Follow us

Asallamualikum, Wr.Wb terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga blog ini bermanfaat bagi anda sebagi pelajar atau mahasiswa yang membutuhkan materi pembelajaran. Penulis sadar masih banyak kekurangan dari semua ini, untuk itu mohon saran dan komentarnya agar penulis lebih baik lagi. Terima kasih, Ari Setiadi

Kamis, 28 Februari 2013

UNSUR INTRINSIK DAN EKTRINSIK NOVEL

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI
Oleh : Ramadhani
A.    Unsur-Unsur Intrinsik
1.      Tema
Tema Novel Negeri 5 Menara adalah Pendidikan, hal ini dapat kita lihat sendiri dari lembaran-lembaran novel ini yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh utama di dalamnya mengenyam pendidikan di dunia pesantren, apalagi dalam novel ini dibuka dengan kata mutiara dari Imam Syafi'i yang berhubungan dengan penuntutan ilmu : (Negeri 5 Menara, sebelum hal.1/xii)
2.      Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Negeri 5 Menara, yaitu:
a)      Amak
·         Seorang wanita separuh baya yang ramah : [“Mukanya selalu mengibarkan senyum ke siapa saja” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
·         Rela Berkorban : [“Amak terpaksa menjadi guru sukarela yang hanya dibayar dengan beras selama 7 tahun” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
·         Peduli akan nasib umat Islam : [“…Bagaimana nasib umat Islam nanti?” (Negeri 5 Menara, hal.7)]
·         Seorang ibu yang konsisten terhadap keputusannya : [“Pokoknya Amak tidak rela waang masuk SMA!” (Negeri 5 Menara, hal.9)]
·         Adil : [“…Keadilan harus dimulai dari diri sendiri, bahkan dari anak sendiri. Aturannya adalah siapa yang tidak mau menyanyi dapat angka merah” (Negeri 5 Menara, hal.139)]
b)      Ayah
·         Seorang pria separuh baya yang membela kebenaran : [“Mungkin naluri kebapakannya tersengat untuk membela anak dan sekaligus membela dirinya sendiri” (Negeri 5 Menara, hal. 20)]
·         Dapat dipercaya : [“Amanat dari jamaah surau kami untuk membeli seekor sapi untuk kurban idul adha minggu depan telah ditunaikan Ayah” (Negeri 5 Menara, hal.91)]
d)     Alif
·         Seorang lelaki yang penurut : [“Selama ini aku anak penurut” (Negeri 5 Menara, hal.11)]
·         Ragu-ragu : [“Bahkan sesungguhnya aku sendiri belum yakin betul dengan keputusan ini” (Negeri 5 Menara, hal.18)]
·         Teliti : [“Sejenak, aku cek lagi kalau semuanya telah rapi dan licin, tidak ada gombak dan kusut” (Negeri 5 Menara, Hal. 84)]
e)      Dulmajid
·         Seorang lelaki yang Mandiri : [“Tentu saja saya datang sendiri,” (Negeri 5 Menara, hal.27)]
·         Semangat : [“Animo belajarnya memang maut” (Negeri 5 Menara, hal.46)]
·         Jujur, tegas serta setia kawan : [“Aku menyadari dia orang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.” (Negeri 5 Menara, hal.46)]
f)       Raja
·         Seorang lelaki yang Percaya diri : [“Raja Lubis yang duduk di meja paling depan maju” (Negeri 5 Menara, hal.44)]
·         Ekspresif : [“…Tampak mengayun-ayunkan tinjunya diudara sambil berteriak “Allahu Akbar!” (Negeri 5 Menara, hal.108)]
·         Pantang menyerah : [“Jangan. Kita coba dulu. Aku saja yang maju duluan,” (Negeri 5 Menara, hal.124)]
g)      Atang
·         Menepati Janji : [“Sesuai Janji, Atang yang membayari ongkos” (Negeri 5 Menara, hal.221)]
·         Baik : [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]
h)      Said
·         Seorang lelaki yang memberi motivasi : [“…senyum dan cerita yang mengobarkan semangat” (Negeri 5 menara, hal.45)]
·         Berfikir dewasa  : [“Perawakan yang seperti orang tua dan cara berpikirnya yang dewasa membuat kami menerimanya sebagai yang terdepan” (Negeri 5 menara, hal.156)]
·         Seorang lelaki yang mengambil kebaikan dari suatu kejadian : [“Aku sendiri mengagumi caranya melihat segala sesuatu dengan positif” (Negeri 5 Menara, hal.156)]
·         Baik : [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]
i)        Baso
·         Seorang lelaki yang Disiplin : [“Dia begitu disiplin menyediakan waktu untuk membaca buku favoritnya” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
·         Rajin : [“Baso anak paling rajin diantara kami” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
·         Sunguh-sungguh : [“Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku pelajaran dan Al-Quran dengan sungguh-sungguh” (Negeri 5 Menara, hal.357)]
·         Pendiam, Pemalu serta Tertutup : [“Selama ini memang Baso lah kawan kami yang paling Pendiam, Pemalu dan tertutup” (Negeri 5 Menara, hal.359)]
j)        Ustad Salman
·         Seorang lelaki yang Kreatif : [“Itulah gaya unik Ustad Salman, selalu mencari jalan kreatif untuk terus memantik api potensi dan semangat kami” (Negeri 5 Menara, hal.106)]
k)      Kiai Rais
·         Seorang lelaki separuh baya yang menjadi contoh di PM : [“…yang menjadi panutan kita dan semua orang selama di PM ini” (Negeri 5 Menara, hal.49)]
·         Berbakat : [“Kiai Rais adalah sosok yang bisa menjelma menjadi apa saja” (Negeri 5 Menara, hal. 165)]
l)        Tyson
·         Seorang lelaki yang Tegas : [“…Terlambat adalah terlamabat. Ini pelanggaran” (Negeri 5 Menara, hal.66)]
m)    Ustad Torik
·         Seorang lelaki yang Tegas : [“Kalian sudah tahu aturan adalah aturan. Semua yang ikut ke Surabaya saya tunggu di kantor. SEKARANG JUGA.” (Negeri 5 Menara, hal.351)]
3.      Latar
a)      Latar tempat
·         Kantor Alif (Washington DC)
[“Dari balik kerai tipis di lantai empat ini..” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
·         Rumah Alif (Maninjau, Bukittinggi)
[“Sampai sekarang kami masih tinggal di rumah kontrakan beratap seng dengan dinding dan lantai kayu” (Negeri 5 Menara, hal.7)]
·         Trafalgar Square (London)
[“Tidak lama kemudian aku sampai di Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang amat luas.” (Negeri5 Menara, hal.400)]
·           Pondok Madani
[“Tidak terasa, hampir satu jam kami berkeliling PM.” (Negeri 5 Menara, hal.35)]
·         Rumah Atang (Bandung)
[“Kaca depan rumahnya menempel sebuah stiker hijau dengan gambar matahari di tengahnya” (Negeri 5 Menara, hal.218)]
·         Rumah Said (Surabaya)
[“...Mengajak kami keliling ke berbagai objek wisata di sekitar Surabaya...” (Negeri 5 Menara, hal.226)]
·      Apartemen Raja (London)
[“Malam itu kami menginap di apartemen Raja di dekat Stadion Wembley...” (Negeri 5 Menara, hal.402)]
b)      Latar waktu
·         Dini hari
      [“Dalam perjalananku dari Padang ke Jawa Timur, aku sempat sekilas melewati Jakarta jam tiga dini hari.” (Negeri 5 Menara, hal.47)]
·         Pagi hari
[“Sejak dari pagi buta suasana PM sudah heboh.” (Negeri 5 Menara, hal.214)]
·         Sore hari
      [“Tidak siap menjawab pertanyaan interogatif di senja bergerimis dalam keadaan kepayahan ini.” (Negeri 5 Menara, hal.66)]
·         Malam hari
[“Malam ini adalah salah satu dari malam-malam inspiratif yang digubah oleh Ustad Salman.” (Negeri 5 Menara, hal.108)]
c)      Latar Suasana
·         Sepi
[“Diam sejenak. Sebuah pesan baru muncul lagi” (Negeri 5 Menara, hal.3)]
·         Emosi
[“Sebelum mereka menyahut, aku telah membanting pintu dan menguncinya” (Negeri 5 Menara, hal.10)]
·            Takut
        [“Aku katupkan mataku rapat-rapat. Apa yang akan dilakukan Tyson ini padaku” (negeri 5 Menara, hal.66)]
·            Gugup
[“Kalimat yang sudah aku bayangkan tadi berantakan di bawah sorot mata Ustad Torik yang bikin ngilu.” (Negeri 5 Menara, hal.126)]
·            Bahagia
        [“Dengan penuh kemenangan kami keluar dari gerbang PM” (Negeri 5 Menara, hal.127)]
·            Sedih
        [“Di ujung kelopak matanya aku menangkap kilau air yang siap luruh. Suaranya kini bergetar” (Negeri 5 Menara, hal.360)]
4.      Alur
Alur yang ada dalam novel “Negeri 5 Menara”, yaitu alur maju-mundur. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:
·         Pengenalan / Awal cerita
Awal cerita dalam novel ini dibuka oleh Alif yang telah tinggal di Washington DC, Amerika Serikat dengan pekerjaannya sebagai Wartawan VOA, lalu setelah itu ia kembali mengingat masa lalunya saat konflik dimulai ["Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku" (Negeri 5 Menara, hal. 4)]
·         Timbulnya konflik / Titik awal pertikaian
Awal Pertikaian dimulai saat Amak menyuruh Alif untuk tidak melanjutkan sekolahnya ke SMA tetapi ke Pesantren dan Alif menolak permintaan Amak pada saat baru diberitahukan. Tetapi akhirnya, Alif pun bersedia bersekolah di pesantren yang terletak di luar pulau Sumatera walaupun hanya setengah hati : [“Jadi Amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyah.” (Negeri 5 Menara, hal.8)]
·         Puncak konflik / Titik puncak cerita
Titik puncak cerita dimulai saat Alif sudah naik kelas 6 di Pondok Madani (PM) dan menjadi puncak rantai makanan alias kelas tertinggi di Pondok Madani : [“Seketika rasa ini melempar ingatanku kembali ke PM, ketika kami naik kelas enam, kelas pemuncak di PM.” (Negeri 5 Menara, hal.288)]
·         Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini dimulai pada saat Alif serta santri PM lainnya akan mengadakan ujian akhir yang dilaksanakan oleh siswa tahun terakhir PM. [“Inilah ujian yang paling berat yang paling berat yang anak-anak temui di PM” (Negeri 5 Menara, hal.378)]
·         Penyelesaian masalah
Pada akhirnya, setelah alif menyelesaikan ujian pamungkas di PM serta lulus dari PM, cerita berbalik ke Alif yang telah sampai di London untuk bertemu dengan Atang dan Raja yang merupakan anggota Sahibul Menara : (Negeri 5 Menara, hal.400)
5.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang orang pertama tunggal dengan “Aku” sebagai tokoh utama. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut tokoh utama dengan kata “Aku” saat di narasi, di mana seakan-akan pengarang adalah si tokoh utama : [“Iseng aja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
6.      Gaya Bahasa
·         Majas Personifikasi
[“Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
·         Majas hiperbola
[“Muka dan kupingku bersemu merah tapi jantungku melonjak-lonjak girang.” (Negeri 5 Menara, hal.5)]
·         Majas Metafora
[“Matahari sore menggantung condong ke barat berbentuk piring putih susu” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
7.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara ini adalah bahwa dalam mengejar semua cita-cita beserta impian, tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan tapi semuanya berjalan seiring bagaimana kita menyelesaikan rintangan yang datang menghadang dan untuk mendapatkan menggapainya juga, kita harus mengorbankan sesuatu.
B.     Unsur-Unsur Ekstrinsik
a.       Nilai Ketuhanan
·         Sangat banyak nilai ketuhanan yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara, diantaranya kita sebagai manusia sama di sisi ALLAH.
b.      Nilai Moral
·         Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi segala hal dengan kerja sama dan pantang menyerah
c.       Nilai Sosial
·         Di kehidupan pesantren, kita tidak diajarkan untuk egois, tapi saling membantu satu sama lain, mengutamakan kesolidaritasan.
d.      Nilai Ekonomi
·         Para pengajar di Pondok Madani tidak meminta untuk dibyar, mereka ikhlas mendidik santri karen ALLAH SWT, serta santri di Pondok Madani yang banyak kekurangan secara ekonomi tetapi masih bisa bersekolah di Pondok Madani.
e.      Nilai Budaya
·         Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat Minangkabau tidak pernah berangkulan : [“Di kampungku memang tidak ada budaya berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah” (Negeri 5 Menara, hal.38)]
f.        Nilai Agama
·         Novel ini menceritakan tentang kehidupan pesantren yang selalu mengajarkan nilai-nilai agama, mulai dari keikhlasan, bersikap jujur, disiplin dan lain sebagainya : [“Bacalah Al-Quran dan hadits dengan mata hati kalian....” (Negeri 5 Menara, hal.113)]
C.      Hasil Temuan
Temuan yang didapatkan dalam Novel “Negeri 5 Menara”
a.       Disini penulis menemukan bahwa, anak-anak yang disekolahkan di pesantren identik dengan anak-anak yang nakal, kekurangan baik secara ekonomi maupun akademik. [“Akibatnya, madrasah menjadi tempat murid warga kelas dua, sisa-sisa...” (Negeri 5 Menara, hal.7)].
b.      Hal-hal yang harus kita hadapi dalam kehidupan pesantren yang keras, kita tidak boleh berleha-leha, harus bisa mengatur waktu.

0 komentar:

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "