Cerpen ini diambil dari kutipan Novel saya. Bagi yang berkenan untuk membacanya silakhkan saja download File nya. File berbentuk PDF
Setitik Duka dalam
Bahagia
Penulis : Ari Setiadi, S.Pd
Ranting dan dedaunan yang terjatuh
Tak pernah menyalahkan sang pohon
Karena ia yakin ranting dan dedaunan
Akan terlahir kembali
Menjadi pucuk-pucuk masa depan
Ari
Setiadi
![]() |
SATU
Suatu
pagi, di tempat ia mengabdikan ilmu cuacanya agak mendung. Pagi yang biasanya
disapa senyum sinar Matahari yang keberadaanya masih sembunyi-sembunyi, seolah
enggan Matahari itu memberikan sedikit kehangatan. Tepat di pintu gerbang
sekolah, bergiliran Angkot menurunkan penumpang. Tak lain penumpangnya adalah
siswa-siswi SMP Muslimin Cililin. Tanpa menunggu lama, begitu keluar dari pintu
Angkot mereka segera berjalan menuju kelasnya masing-masing. Tidak lupa mereka
membayar ongkos terlebih dahulu.
Beberapa
menit kemudian Pak Aries, Guru Bahasa Indonesia di sekolah itu datang. Langsung ia masuk ke ruangan yang telah
disediakan untuk para guru di sekolah itu. Seperti biasa, salam silaturahmi dan
saling membalas ucapan salam pun terjadi di ruangan tersebut. Suatu hal yang
dianggap wajib dilakukan oleh guru atau
pun orang-orang yang ada di lingkungan sekolah itu. Namun, hal itu juga wajib
kita lakukan di manapun dan kepada siapapun. Karena agama Islam mengajarkan hal
tersebut. Ucapan Assalamualaikum wajib
kita balas dengan Wa aliaikum salam. Karena
ucapan tersebut merupakan suatu doa keselamatan pada orang yang mengucapkan,
maupun yang menjawabnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat
An-Nisa ayat 86. Yang artinya.
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu(dengan serupa)[327]. Sesungguhnya Allah
memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An Nisa : 86)
Langit
murung. Tampak setiap orang yang ada di sana, mengeluhkan cuaca pagi itu. Kabut
keluh di wajah mereka seolah melengkapi mendungnya pagi itu. Bagaimana tidak? Jika hujan turun anak-anak sekolah akan
kerepotan di hari esok untuk mengeringkan baju seragamnya. Mayoritas anak
sekolah tersebut hanya memiliki satu baju seragam putih biru. Belum lagi, beberapa kelas tidak dapat
digunakan jika hujan turun karena atapnya bocor. Sudah beberapa kali itu
diperbaiki namun hasilnya tetap sama. Bocor!! . Beberapa guru juga merasakan hal yang sama.
Jika genting kelas bocor, mereka pun tidak dapat melaksanakan tugas
mengajarnya. Al hasil materi bersih-bersih pun menjadi alternatif.
Lain
lagi dengan Pak Aries. Hari itu cuaca yang mendung ditambah suasana sekolah
yang ikut terbawa muramnya cuaca. Tidak mempengaruhinya untuk menambah daftar
keluh setiap orang yang ada di sana. Tidak lain, karena hatinya sedang berbahagia. Besok ia akan di wisuda,
di resmikan sebagai salah satu cendikiawan Bahasa dan Sastra Indonesia terbaik
di Perguruan Tinggi tempat ia menimba ilmu.
Apapun suasana pagi itu ia tetap memajangkan senyum di wajahnya.
Sehingga ia menjadi orang yang paling berbeda pagi itu.
****
DUA
Tet...tet...tetttttttttttt!!!.
Bel
tanda masuk telah berbunyi. Seluruh siswa yang tengah berada di luar kelas
mulai memasuki kelasnya masing-masing.
Demikian dengan para guru yang bermuara di ruang guru mulai bersiap-siap
untuk memasuki kelas yang tengah di tunggu sang murid. Cuaca pagi itu tidak
berubah. Menit menuju jam, jam melaju ke jam berikutnya, tetapi cuaca tak berubah malah semakin bertambah
kelam. Awan hitam kian menyelimuti sang
cakrawala hingga tenggalam
ditelan sang awan pemarah. Para
siswa tampak tidak terlalu terpengaruh oleh cuaca hari itu, tapi kebanyakan
dari mereka mengeluhkan cuaca pagi itu. Hingga bel tanda pulangpun terdengar,
cuaca tak berubah.
Suara
bel tanda pulang itu bunyinya berbeda sekali seperti biasanya. Suaranya
terdengar begitu menggelegar karena diiringi suara petir yang memecah
kesunyian. Hujan perlahan-lahan mulai turun. Tiap menit semakin bertambah
volumenya. Rintik-rintik hujan yang lembut menjadi garis-garis tegas yang
membuat setiap insan menahan diri menerobos tebalnya hujan dan memilih menepi
kemudian menunggu sampai hujan reda.
Detik
berganti menit, menit berganti jam. Tapi hujan tak kunjung reda. Aries mulai
resah, dan gamang. Bagaimana tidak! Ia
harus mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi hari esok. Esok adalah hari yang selama 4 tahun ia nantikan. Perjuanganya, pengabdiannya, kegigihan dan
usahanya dalam belajar akan mendapatkan pengakuan berupa gelar seorang dari salah
satu dari cendikiawan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia terbaik di salah
satu Perguruan Tinggi di Bandung.
Seketika ia terbawa dalam lamunan. Ditemani gemercik air hujan yang turun deras yang
dimuntahkan dari langit. Esok,
keluarganya akan menjadi saksi sekaligus
ia akan membuat bangga mereka dan membuktikan bahwa ia dapat menjadi seseorang
yang mandiri dan dapat menyelesaikan kuliahnya tanpa membebani ke dua orang
tuanya.
Esok, ibu dan ayahnya akan menggandeng ke
dua tanggannya menuju mimbar kehormatan di kampus. Lalu ia akan mencium kaki Ibunya, orang
tuanya memeluk dia kemudian akan ia katakan di hadapan para peserta wisuda
“ini
aku Anakmu, aku persembahkan ini untuk Ibunda dan Ayahanda”
”
Selamat nak, kamu berhasil. Kami bangga padamu.. Kau anak yang saleh, kau anak
baik.”
“Gunakanlah ilmumu ini untuk segala kebaikan.
Jangan kau salah gunakan. Kami mencintaimu nak”
sambung ibunya melanjutkan ucapan sang Ayahanda.
Ayah dan ibunya memeluknya. kemudian,
ia mencium ke dua kaki mereka. Hal yang selalu ia lakukan ketika Aries
mendapatkan kebahagian. Namun jika ia
mendapatkan kesusahan, ia akan berusaha menyembunyikan itu dari ke dua orang
tuanya. Walau mereka tahu bahwa anaknya sedang mengalami kesulitan, tetapi mereka mau mengerti keinginan Aries
yang selalu berusaha membuat ke dua orang tuanya bahagia. Selalu ia ingat
ajaran yang selalu ibunya berikan untuk menemaninya dalam menjalani pasang
surut hidup.
“bertakwalah nak. Jika kau mendapat bahagia
bersyukurlah, jika kau dapat musibah atau susah bersabarlah. Allah itu
menyayangimu dengan caranya sendiri. Berbaik sangkalah padanya”. Petuah yang sering
Ibunya tanamkan. Cobaan memang pasti akan sering kita temukan, baik itu sebuah
nikmat ataupun sebuah musibah. Namun percayalah Allah telah mempersiapkan
pahala besar bagi mereka yang bersabar tanpa batas. Sebagaimana Allah
berfirman.
“Sesungguhnya hanya orang-orang uang bersabarlah yang
dicukupkan pahala tanpa batas”(Az-Zumar : 10)
***
“Duuuuarrrrrrrrrr!!!!!!,,,,duarrrrrrr!!!!
“
Bunyi petir begitu menggelegar. Seketika
membangunkan lamunannya. Tetesan air hujan yang masuk dari genting yang bocor,
menetes tepat di wajahnya. Kini wajahnya basah. Tampak jelas ia seperti orang
yang sedang menangis.
Kini, ia terbangun dari lamunan
kebahagiaanya. Lamunan kebahagian itu seketika lenyap, tergantikan oleh sebuah
kenyataan yang pahit. Tragedi kecelakaan dua bulan yang lalu telah merenggut
nyawa ke dua orang tuanya. Nyawa hatinya, nyawa hidupnya. Orang yang paling ia
cintai kini telah tiada.
Lamunan dan harapan menjadi sesuatu
yang kosong. Keberhasilan dan penghargaan yang ia dapatkan menjadi sesuatu yang merobek-robek hatinya.
Meluluh-lantahkan jiwanya. Jiwanya terombang-ambing di lautan duka. “untuk
apa semua ini, untuk apaaaa!!”
lirih perih dalam hatinya.
Ke dua kaki yang selalu ingin ia cium,
kini hanya segunduk tanah merah tanpa suara. Pelukan hangat yang selalu ayah
dan ibunya berikan, kini hanya sebongkah batu nisan bertuliskan nama.
“Ya Allah, mengapa kau tidak memberiku kesempatan untuk membahagiakan
mereka?”
“Mengapa
kau tak memberiku kesempatan untuk ku mencium kaki mereka?”
“Mengapa
kau tak beri aku kesempatan untuk ku menunjukan,
berbahagianya aku sekarang?” Lirihnya
dalam hati.
Ia sadar, bahwa setiap manusia yang hidup pastilah akan
bertemu kematian jua. Begitupun dirinya. Namun kita tidak tahu kapan? Atau
dimana? Ajal kita akan dijemput.
“Innalilahi wa innalillahi rojiun” (datang
dari Allah dan kembali padanya)
Hujan masih deras. Setiap orang yang
tengah berada dekatnya saat berlindung dari hujan- yang kebanyakan adalah
murid-muridnya yang sedang menepi menunggu hujan reda, tak menyadari bahwa ia
sedang menangis. Tetasan air hujan yang menetes tepat ke wajahnya membuat orang
tidak dapat membedakan yang mana air mata.
Tapi tidak dengan muridnya yang satu
itu. Salah satu murid terbaik di sekolah itu.
“Bapak kenapa? “ tanya Nurfalah padanya.
“memangnya Bapak
kenapa Nur?
“Bapak menangis, ada
apa Pak? Tapi maaf Nur lancang”
“Bapak
gak apa-apa Nur, seperti menangis ya. Inikan hujan Nur!” Arie mencoba menutupinya.
“Saya
yakin itu bukan air hujan yang menetes
ke wajah Bapak, tapi itu air mata Bapak”
Nampaknya
sulit bagi Aries untuk mencoba menutupi kesedihannya pada muridnya yang satu
itu. Nurfalah terus mendesak ingin tahu, seolah tengah merasakan apa yang
dirasakan Aries – Nurfalah menatap dengan mata sayu, keningnya mengerut. Raut
kecemasan nampak di wajah mungil itu. Bagaimana tidak, ia sudah menganggap Pak
Aries sebagai orang tua ke dua baginya.
Garis-garis
tebal hujan kembali menjadi rintik-rintik. Beberapa menit kemudian menjadi butiran
embun. Hujan deras telah reda. Saat yang
tepat untuk Arie memotong pembicaraan.
“Allhamdulilah,
hujanya reda Nur!” “ Bapak duluan ya, Assalamualaikum.”
“Wa..wa allaikum salam..” menjawab salam Pak Arie. Matanya terus memandangi punggung
Pak Aries dari belakang yang keluar gerbang yang semakin lama semakin jauh dan
terlihat mengecil, kemudian hilang di sebuuah belokan jalan raya. Hatinya
merasakan nuansa yang tidak seperti biasanya pada diri gurunya itu. Guru yang
selalu tampak ceria, kalem, dan bersahaja kini selalu tampak murung. Setelah
itu ia pun beranjak pulang meninggalkan
sekolahnya.
****
TIGA
Suasana
di area kampus sudah sangat ramai pagi itu. Padahal, waktu masih menujukan jam
05.30 WIB. Sengaja Aries datang lebih
awal supaya dapat parkir di dalam area kampus. Namun kenyataan berbeda, pagi
buta area parkir dalam kampus sudah penuh dan sesak. Area kampus STKIP
Siliwangi Bandung yang begitu luas hari
itu menjadi terlihat menyempit. Karena dipenuhi mobil, motor dan juga para
keluarga yang sudah berada di sana sejak pukul 05.00 WIB pagi. Apa boleh buat,
ia terpaksa parkir di area Fakultas Kedokteran Unjani –yang jarak dari sana ke
area kampusnya cukup jauh. Setelah memarkirkan kendaraannya, ia berjalan menuju
Aula Kampus tempat acara wisuda di gelar.
Sesampainya
di gerbang, begitu terperanjatnya ia. Melihat begitu banyak, sesak, orang di
dalam area kampus. Untuk sekedar berjalan saja rasanya cukup sulit. Pantas
saja, seluruh keluarga ikut untuk mengantar serta menyaksikan anaknya,
istrinya, dan siapa saja yang di wisuda waktu itu. Ketika Aries berjalan menuju
Aula Kampus, tampak di pinggir-pinggir kelas berjejer para tukang Photographer
yang biasa hadir jika ada acara-acara seperti ini. Tampak terlihat sangat
sibuknya para tukang poto itu, karena banyak sekali para peserta wisuda
yang tak mau melewatkan moment untuk
mengabadikan saat-saat bersejarah bagi mereka dengan keluarganya tercinta. Al
hasil, tukang poto pun kebanjiran
order. Aries hanya tersenyum miris
melihat hal itu dan terus bergerak maju menuju pintu Aula yang menunggunya.
Dalam hati ia berkata “Bahagianya mereka”
gumamnya dalam hati.
Megah,
luas, dan takjub. Hal itu yang ia saksikan ketika masuk ke dalam Aula STKIP
Siliwangi Bandung. Panggung dan podium yang gagah di sisi kiri—kanan berjejer
meja kehormatan untuk para Rektor, Guru Besar, Dosen-dosen, dan para tamu undangan. Di bawahnya, berjejer kursi-kursi bernomor yang sudah penuh diduduki
oleh masing-masing peserta wisuda sesuai dengan nomor kursinya. Nomor 531
adalah nomor tempat duduk Aries. Ia mencari-cari kursi bernomor 531, hingga
beberapa menit kemudian ia menemukan kursinya yang berada paling belakang. Ia
duduk dan menunggu acara dimulai.
***
“Assalamualaikum, Wr Wb... salam sejahtera
untuk kita semua”
Semua mata tertuju ke arah suara
berasal. Sang pembawa acara telah mengucapkan salam tanda acara akan dimulai.
Mukadimah, dan sambutan-sambutan pun saling bergantian disampaikan oleh
orang-orang terpenting pada acara itu. Wejangan, ilmu, amanat, dan ucapan
selamat dari mereka disampaikan kepada seluruh peserta wisuda. Tak terkecuali
kepada para orang tua peserta wisuda,
mereka memberikan selamat atas kesuksesan anak mereka mendapatkan gelar
Sarjana. Setelah itu rehat dan mendengarkan lagu sendu yang dibawakan oleh paduan
suara Mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung. Lagu Hymne Guru dan lagu daerah.
***
“Baiklah
para hadirin semuanya” kembali pembawa acara melanjutkan acara
selanjutnya.
“kita lanjutkan
kepada acara yang sangat dinanti. PENOBATAN MAHASISWA TERBAIK STKIP SILIWANGI
BANDUNG ANGKATAN 2011. Jatuh kepada....?”
Setiap orang yang berada di ruangan itu
saling berpandangan, saling menoleh dengan teman duduknya dan saling menebak,
kira-kira siapa yang terpilih itu. Ada juga yang hanya diam berharap-harap
cemas, semoga dirinya yang terpilih. Ada juga yang hanya tertawa miris,
memastikan pasti bukan dirinya. Namun Aries hanya duduk diam, seolah tidak
terpengaruh dengan suasana yang sedang terjadi di ruangan itu. Rasanya hal yang
sulit bagi dia untuk tersenyum. Baginya, siapapun yang terpanggil ia adalah
orang yang sangat beruntung dan hebat.
Keheningan terjadi sesaat sang pembawa
acara menentukan detik-detik penentuan siapakah yang mendapatkan penghargaan
itu.
“Aries
Setiawan Dodi, S.Pd!.........” terdengar suara yang memanggil nama
lengkapnya.
“Sekali
lagi saya panggil, Aries Setiawan Dodi, S.Pd!. dari jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. Selamat! Padanya. Beri tepuk tangan! “
kembali sang pembawa acara memanggil namanya.
Riuh tepuk tangan pun bergemuruh di dalam
ruangan itu. Orang-orang di luar gedung Aula mungkin tidak tahu apa yang sedang
terjadi di dalam. Aries berusaha mengangkat tubuhnya yang terasa berat. Rasa
tak percaya, bahagia, kaget bercampur menjadi satu. Membuat tubuhnya menjadi
gemetar dan lemas mungkin sedikit shock karena sungguh di luar dugaannya. Dengan
langkah pelan namun pasti, ditemani dengan gemuruh suara tepuk tangan dari
seluruh orang yang berada di dalam ruangan itu Aries berjalan menuju Podium
kehormatan itu. Ia pun memberikan sambutan.
“Asslamualaikum Wr. Wb.
Yang
terhormat Rektor STKIP Siliwangi Bandung,yang terhormat para Dekan STKIP
Siliwangi Bandung, yang saya hormati ketua Jurusan, para dosen dan para tamu
undangan. Yang saya banggakan teman-teman peserta wisuda. “
”
Puja dan puji mari kita panjatkan pada sang Khalik. Shalawat dan salam kita
senandungkan pada baginda Rassul, beserta para keluarganya, sahabatnya,
tabiian, dan seluruh umatnya di muka bumi.”
“
saya ucapkan terima kasih dan syukur atas nikmat yang diberikan pada saya.
Melalui STKIP Siliwangi Bandung berupa sebuah predikat Mahasiswa terbaik tahun
ini. Namun, sepertinya saya kurang pantas.”
Sejenak suasana menjadi hening, dan
Aries melanjutkan.
“ Saya tidak pantas mendapatkan ini. Masih
banyak para mahasiswa yang kemampuan intelektual dan segalanya di atas saya.
Bahkan jauh lebih hebat. Saya yakin, para peserta wisuda di ruangan ini adalah
mahasiswa yang punya kemampuan intelektual yang sangat hebat dibandingkan
apalah saya ini.”
“
Percayalah! Saya hanya orang yang
beruntung saja, bahkan mungkin kebetulan”
Aries melanjutkan kembali sambutanya.
“Para hadirin, di luar sana, orang tua anda,
orang-orang yang mencintai anda dengan tulus tengah menunggu anak yang mereka banggakan, keluar dari
ruangan ini dengan membawa gelar S1. Anda disambut dengan pelukan, pujian, dan
sambutan hangat dari tangan kasih mereka. “
“Sesungguhnya
itulah penghargaan yang sebenarnya. Penghargaan yang tulus dari kasih dan
sayang seseoarang yang mencintai kita jiwa dan raga. Penghargaan yang selalu saya impikan selama
ini, saya harapkan selama ini”
sejenak ia terdiam, kemudian melanjutkan
kembali sambutanya dengan suara parau.
“Para hadirin!, seandainya ada yang mau
menukar penghargaan ini dengan pelukan kasih sayang dari orang tua anda. Saya
akan memberikanya.”
“karena
sesungguhnya penghargaan itu yang ingin saya dapat hari ini. Namun, orang tua
saya hanya bisa melihat anaknya ini
berdiri di podium terhormat ini
dari tempat istirahat abadinya”
Setiap mata orang di dalam ruangan itu
tertuju padanya. Sesaat menundukan wajah mereka dan menghapus air mata yang
keluar sendiri, seolah ingin menyaksikan haru yang terjadi di ruangan itu.
Orang-orang yang awalnya terseyum miris, bahkan kecewa menyaksikan hal itu
karena kenapa bukan mereka yang terpilih. Kini hanya bisa tertunduk. Mereka malu
pada diri mereka karena tengah iri kepada orang yang tidak lebih beruntung dari
mereka. Benar apa yang diucapakan Aries, penghargaan yang sesungguhnya datang
dari orang tua kita. Apapun keadaannya, bagi mereka anaknya adalah yang terbaik.
Beberapa
menit kemudian. Aries menutup sambutannya diikuti oleh gemuruh tepuk tangan
yang dipersembahkan padanya. Ia turun dari podium kehormatan itu dan disambut standing aplause dari seluruh orang di ruangan
itu. Kemudian setelah itu dilanjutkan ke acara pelantikan, kemudian doa dan
penutupan. Suasana kembali normal.
Acara
telah usai. Pintu gerbang aula pun terbuka. Tampak di luar pintu aula para
orang tua tercinta tengah menantikan untuk memberikan bunga dan memeluk anaknya
yang keluar dari pintu aula itu. Para peserta wisuda pun keluar. Dan benar sekali,
terlihat sambutan yang hangat, ucapan selamat, bahkan pelukan yang diberikan
pada mereka. Betapa bahagianya mereka. Aries hanya melihat mereka yang
berbahagia sambil tersenyum. Ia turut
ikut merasakan kebahagian yang teman-temanya rasakan. Walaupun agak sulit.
“Selamat
ya kawan-kawan” ucapnya dalam hati kepada teman-temanya.
Ia
berjalan menusuri kerumunan orang yang
memadati area kampusnya. Ia terus berusaha keluar menuju gerbang pintu keluar untuk
langsung bergegas pulang. Ia menyelusup di antara kerumunan orang. Sampai akhirnya
ia dapat lepas dari kerumunan itu.
“Alhamdulilah Ya
Allah.... akhirnya keluar juga”
ucapnya dengan perasaan lega.
Ia menoleh terlebih dahulu ke arah kampusnya sebelum ia keluar dan pergi
meninggalkan tempat di mana ia di didik, dilatih, dan diajarkan ilmu
pengetahuan yang tak ternilai harganya dari para Dosen tercinta.
“Rasanya baru bulan
kemarin saya masuk kuliah, sekarang sudah lulus lagi. Hmm... waktu memang
begitu cepat melaju.”
Setelah melihat lama dengan lekat-lekat
kampus tercintanya, ia segera membalikan badannya kembali untuk menuju ke
tempat di mana ia memarkirkan kendaraanya.
Tiba-tiba ia terperanjat. Ia kaget. Di hadapnya tengah berdiri wajah
yang tak asing. Wajah yang selalu ia lihat dalam sanubarinya. Wajah itu adalah
Nurfalah.
“Assalamualaikum?”
suara itu mengucapkan salam.
“wa..walalikum
salam. Nufalah sedang apa di sini?”
Nufalah datang tidak sendiri. Ia
bersama ayahnya.
“saya
dan ayah sengaja datang ingin melihat wisuda Bapak, dan sekaligus kami ingin
langsung mengucapkan selamat pada Bapak”
Tersentuh hatinya. Ia tak bisa
mengatakan apa-apa selain ucapan
“terima kasih Nur...
, Pak, atas kesediannya datang kemari, sa..saya bingung harus berkata apa.
Selain ucapan terima kasih” dengan suara sedikit parau.
Ungkap Aries yang tak sadar air matanya
jatuh ketika mengucapkan itu pada Nurfalah dan Ayahnya. Andai orang tahu saat
itu betapa bahagia dan terharunya ia. Ia kini merasa tak sendirian. Kemudian, Ayahanda
Nur memberikan pelukan dan ucapan selamat serta mengatakan agar ia sabar dalam
menghadapi apapun yang di takdirkan padanya. Karena sesungguhnya ada hikmah di
balik setiap duka. Ia tumpahkan segala suka dan duka di dekapan pelukan
Ayahanda Nurfalah.
Hari itu, ada setitik kasih yang Allah
berikan padanya. Ia sadar, selain kasih dan perhatian dari ke dua orang tuanya,
ternyata ada orang lain yang juga peduli terhadapnya. Nurfalah dan keluarganya
adalah orangnya.
****