Follow us

Asallamualikum, Wr.Wb terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga blog ini bermanfaat bagi anda sebagi pelajar atau mahasiswa yang membutuhkan materi pembelajaran. Penulis sadar masih banyak kekurangan dari semua ini, untuk itu mohon saran dan komentarnya agar penulis lebih baik lagi. Terima kasih, Ari Setiadi

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 26 April 2014

Cerpen Penuh Motivasi, Santasi Oh sanitasi




  1.  Bandung Tunggu Aku

Matahari menyapaku  dengan hangat sinarnya. Membuat angin dingin yang menembus kulitku ini sedikit terobati. Segalanya tampak cerah, pertanda langit tak akan menangis seperti hari kemarin. Kemarin, langit tersedu-sedu mengguyur  tempat di mana aku tinggal. Babakan Jalur, Cipongkor.
          Hari ini adalah hari dimana aku akan pergi dengan membawa nama besar sekolahku, kepercayaan guru-guruku, dan teman-temanku, untuk mengikuti lomba Duta Sanitasi Tingkat Provinsi di Kota Bandung. Aku sangat senang  bisa lolos dalam tahapan seleksi tingkat kabupaten, dan kini aku mewakili Kabupaten Bandung Barat dan SMP Muslimiin untuk mengikuti Lomba Duta Sanitasi Tingkat Provinsi se Jawa Barat. 
          Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di sekolah. Kebetulan rumah ku tak jauh dari tempat aku sekolah, dengan jalan kaki rasanya cukup bagiku untuk tiba tanpa terlambat.

          Tak lama , Pak Ari datang. Ia adalah guru Bahasa Indonesia ku, pembimbing dalam Lomba Karya Tulis, juga yang akan mengantarku ke tempat perlombaan nanti, Hotel Aston Bandung. Kemudian kami pun berangkat menuju lokasi. Hanya 1 jam, waktu yang kami perlukan untuk tiba di sana. Bandung I’m Coming!!!!
          Malangnya, kami tiba terlalu dini di sana. Saking dininya, pendaftaran Lomba tersebut belum dibuka! Al hasil kami harus menunggu hingga Pukul 13.00, padahal waktu sekarang baru Pukul 10.00 pagi. Hmm.... cape deh!.
          Pak Ari mengajakku untuk menghabiskan waktu dengan mengajakku ke sebuah warung kopi tak jauh dari hotel itu.  kami bercerita banyak di sana, hingga tak terasa waktu pun terseret mendekati Pukul 12.30.
          Kami kembali, pendaftaran pun telah dibuka. Di tempat itu Pak Eli, pembimbing dari Dinas KBB telah menunggu. Kami daftar, aku diberi Lock Card untuk cek in di kamar hotel yang telah disediakan panitia. Selama 3 hari aku menginap di sana. Aku tidak sendiri di kamar itu, ada satu orang peserta dari KBB juga yang menjadi teman sekamarku. Jadi total ada 2 siswa yang mewakili KBB untuk lomba tersebut, dan 2 siswa yang ada di kamarku.
          Setelah memastikan kondisi kamar yang aku tinggali, dan memastikan keadaannya baik, Pak Ari pulang. Tugasnya mengantarku telah selesai. Beliau akan datang ke sini jika lomba telah usai dan aku diperbolehkan untuk pulang.
          Pukul 16.30 WIB, aku dan teman sekamarku—sebut saja Winda, diinstruksikan ke lobi untuk makan malam. Setelah itu seluruh peserta memasuki ruang Granada 1 untuk memulai acara Pembukaan Lomba Duta Sanitasi. Acara berlangsung kira-kira Pukul 19.30. Acara  itu di isi dengan sambutan-sambutan dari pejabat, dan pengisi acara lainnya. Kemudian selesai pukul 22.00. Dan kami kembali ke kamar untuk istirahat karena waktu sudah larut.
          Keesokan harinya, pukul 06.30 pagi setiap peserta lomba dan pembimbing diwajibkan ikut senam pagi zumbi di halaman hotel.

Mulanya aku asing dengan nama senam zumbi, tapi setelah mengikutinya ternyata asik banget. Penuh canda dan tawa adalah bagian yang tidak lepas dari senam itu, tujuannya mungkin untuk menghilangkan sedikit ketegangan bagi peserta lomba. Yah! benar juga, rasa tegang dan malu, sedikit hilang setelah bersama-sama melakukan senam tersebut. Senam yang aneh!, hehehe.

          Setelah itu, makan pagi, mandi, memasuki ruang Granada 1 dan menyaksikan Pentas Seni dari beberapa peserta lomba hingga waktu makan siang tiba. Di sana aku hanya menjadi penonton yang budiman, dan menyaksikan pentas demi pentas berlalu.
          Ba’da Dhuhur telah berlalu. Lomba yang dinanti akan segera dimulai. Hatiku berdebar, jantungku berdetak tak sesuai ritme, bulu kuduku agak merinding, mungkin ini yang dinamakan nerves.
Kata Pak Ari, perasaan seperti itu adalah normal bagi manusia yang hidup, hanya saja bagaimana cara kita mengatasi nerves itu sendiri. Yang aku lakukan hanya berdoa saja, serahkan semuanya pada yang di atas. Bukan cicak ya! Tapi tuhan.
          Lomba tersebut dilakukan di dua ruangan yang berbeda. Untuk lomba Karya Tulis dilakukan di ruang Granada 1, sedangkan Lomba Poster di Granada 2. Waktu yang dberikan pada peserta lomba adalah 3 jam. 3 jam yang dberikan untuk membuat Karya Tulis.
          Sempat terpikir dalam benaku,”lolos gak ya?” kata itu berulang kali muncul dalam pikiranku dan menggangu konsentrasiku. Tapi memikirkannya adalah hal sia-sia, kalau tidak diiringi dengan usaha yang konkrit. Sekarang aku gak peduli menang apa tidak, yang terpenting adalah bagaimana sekarang aku harus membuat karya ilmiah sebaik mungkin. Menang kalah urusan nanti.

          Bel berbunyi nyaring. Waktu dihentikan karena telah habis. Tulisannku dikumpulkan dan aku melanjutkan lomba penyuluhan Tahap 1. Lomba Duta sanitasi terdiri dari 2 Tahap lomba.
Tahap 1 terdiri dari menulis karya tulis, dan penyuluhan .
Tahap 2 penyuluhan pamungkas, penentuan pemenang lomba.
          Nomor urut 11 adalah nomor yang aku dapatkan. Setelah menunggu peserta lain dari nomor ke nomor, sampailah pada giliranku untuk presentasi.

Aduhh.... rasa tegang tetap saja membelenggu hatiku. Namun aku berusaha menyembunyikannya. Aku berusaha menampilkan presentasi sebaik yang aku punya. Hasilnya seperti apa pun, aku tak memikirkannya, walau dalam hati kecilku aku berharap meraih kemenangan.
          Setelah lomba Tahap 1 berakhir, aku kembali ke kamarku untuk istirahat sejenak sebelum akhirnya nanti menunaikan Shalat magrib dan makan malam bersama.
          Seperti kemarin, selesai makan malam kami memasuki ruang Granada 1 untuk menyaksikan acara dengan tema “BERBAGI PENGALAMAN TENTANG AKSI DUTA SANITASI” oleh para pemenang Lomba Duta Sanitasi Tahun 2013.
          Acara itu diisi oleh narasumber2 yang tak lain adalah pemenang lomba tersebut pada tahun lalu. Diantaranya : Latifah Azzahra, Fanny lutfiana, Fawaz Misbah, Sarah Maulidia Lestari, dan Muhamad Saeful Anwar. Itu pemenang tahun lalu lo! Tahun sekarang, Insya Allah nama aku tertulis di sana. Amin....
Dan acara itu berakhir hingga pukul 22.30 WIB.

***

2. Hari ke dua.

          Pagi-pagi seperti biasa sarapan pagi di lobi. Selanjutnya para peserta  bersiap-siap  berangkat untuk melakukan kunjungan ke SMPN 1 Ciparay. Kami pun berangkat secara rombongan dengan tertib menggunakan sebuah BUS. Dalam perjalanan, tak henti-hentinya kami bernyanyi riang. Sekedar untuk menghilangkan kantuk dan penat selama kami berada di hotel. Dan beberapa menit kemudian kami telah sampai di lokasi tersebut.
          Kami dibagi menjadi kelompok-kelompok. Untuk memudahkan identitas, kami diberi label dan pita yang melipat di kerah tangan baju kami. Kami diajak melihat implementasi sanitasi di sekolah tersebut.
Di sana aku lihat Kebun, Bank Sampah, dan togas yang terdekorasi rapih. Selanjutnya kami bergerak maju menuju ruang kelas Sekolah itu, sungguh, sungguh bersih, rapih, dan layak menjadi kelas ideal untuk sekolah-sekolah pada umumnya. Hmmm.... kalau dilihat-lihat hampir mirip dengan Sekolah ku tuh, hihihihi. Ngeyelll.
          Mataku terus dimanjakan dengan pemandangan-pemandangan indah yang ada di sana. Belum lagi terdapat sebuah kantin ideal menurut ku. Kursi dan meja pelanggan, area sekitar kantin yang begitu terawat membuatku terpukau. Sungguh ingin sekali aku menjadikan sekolahku lebih dari ini.
          Setelah lelah aku melihat-lihat, aku putuskan untuk istirahat dan menunggu panitia untuk kembali membwa kami pulang ke hotel. Waktu itu pun tiba, kami bergegas untuk kembali menuju hotel.  Sebelum pulang ternyata kami dibawa dahulu ke Desa Jelekong. Di desa itu kami melihat banyak lukisan karya anak bangsa dan sekaligus menyaksikan pentas seni seorang dalang cilik, yang tidak lain adalah cucu dari Asep Sunandar seorang tokoh dalang nasional kita.
          Pukul 19.30 kami tiba. Kami memasuki ruang Granada dan kembali melihat pertunjukan pentas seni, pada pensi kali ini aku melihat berbagai pakaian dan gaun yang cantik-cantik. Dan yang membuat aku terkagum-kagum adalah bahan yang digunakan untuk membuatnya itu loo... “Sampah!” coba bayangkan? Kebayang gak sih?  Sampah jadi pakaian yang cantik? Pakaian cantik dari sampah? sumpah!!! Sampah! Enelan jeung!
Hebat banget mereka. Kreatif, beautiful dan”AMAZING!!!” kata itu yang tepat mewakili kekagumanku saat itu. sampai akhirnya kami pun istirahat di kamar masing-masing. Aku langsung tidur saja, agar esok hari terasa lebih cepat dan aku gak sabar ingin tahu, kira-kira siapa saja yang lolos menuju 10 besar dan berlomba di penyuluhan Tahap 2. Tahap 2 adalah penentuan atau lomba pamungkas Duta Sabitas se Jabar itu. hmmm.... semoga aku lolos ya Allah. Amin..
***

3. Hari Terakhir

          Pagi ini terasa begitu cepat. Waktu seolah berputar begitu kilat. Rasanya baru kemarin aku datang, kini... hari ini akan menjadi akhir dari rangkaian acara yang aku lalui.
Adalah hari yang aku tunggu, karena tak tahan rasanya aku rindu rumah. Namun, ada sesuatu yang mengganjal dalam nurani ini dalam menyongsong pagi terakhir di Hotel Aston.  Itu adalah bagaimana cara aku pulang dengan membawa gelar titel Juara saat kembali nanti. Mereka... Kepala Sekolah, guru, teman-teman, dan keluargaku pasti menanyakan itu, dan mereka mengharapkannya. Semuanya membentuk suatu beban dalam pundakku yang harus aku pikul selama mengikuti lomba di sini.

          Semua peserta kembali memasuki ruang Granada 1. Seperti biasa, panitia menyuguhkan berbagai pentas seni dari mulai tarian daerah hingga pukul 12.00.
Jujur! Rasa kagumku terhadap tarian2 yang ditampilkan kali ini sedikit kurang kunikmati. Tidak lain, karena perasaanku tengah campur aduk tak karuan menantikan lolos tidaknya aku menuju 10 besar. Hati dan pikiranku berkecamuk. Bibirku pun hanya tersenyum kecut, senyum yang aku paksakan pabila aku bertemu sapa dengan teman-teman di sana. Senyum yang hanya sekedar menyembunyikan raut ketegangan yang tengah melanda batinku. Hhhhhh......

          Waktu yang ditunggu pun tiba. Pukul 12.30 akan dipanggil satu persatu peserta yang lolos untuk melakukan penyuluhan tahap 2 di ruang tersebut. pembawa acara memulai acara tersebut. Satu nama telah dipanggil ke atas panggung, dan ia mempresentasikan karyanya. Sementara Dewan Juri tulas-tulis pada catatan kecilnya, entah nulis apa aku tak tahu.

          Peserta ke dua yang dipanggil nanti aku harap adalah  aku. Hingga sang MC pun memanggil sebuah nama, nama tersebut adalah....? hmss.. bukan aku, maaf....
Baru dua yang dipanggil, kesempatanku masih terbuka lebar, jadi aku menguatkan diri untuk menunggu, menunggu giliranku.

          Sampai akhirnya, peserta ke 3, ke 4, ke 5, ke 6, ke 7, bahkan samai ke 8 namaku belum juga disebut. Hal itu membuat hatiku mulai gamang, jiwaku mulai kritis, ambisiku mulai pesimis. Hanya tinggal dua lagi yang tersisa dari 10 besar. Aku hanya bisa berdoa, agar Tuhan memberikan aku kesempatan satu kali saja. Doa terus mengalir dari hatiku, berharap 2 yang tersisa itu adalah aku salah satunya.

          Hatiku berdegup sangat hebat saat menanti nama siapa yang akan disebutkan sang MC. Sampai akhirnya, sebuah nama kembali disebut dan itu adalah seorang siswa dari sekolah lain. Bukan sekolahku. Bukan aku. Lagi-lagi seperti itu.

          Satu orang lagi. Ya tinggal satu lagi. Nuansa penantian yang ini adalah nuansa yang paling menegangkan dari penantian2 yang tlah dilalui. Satu orang lagi yang berhak maju ke 10 besar untuk berlomba menentukan siapa juaranya. Membuat suasana di Granada 1 sangat mencekam, begitupun dengan aku.

          Pembawa acara pun memecah keheningan yang mencekam tersebut. Aku terus berdoa agar Tuhan memberikanku yang terbaik.
“Dan.... satu orang terakhir yang lolos adalah!!” MC berkata.
“Diego........ berikan tepuk tangan yang meriah untuk Diego!” Gemuruh tepuk tangan pun mengalir setelah nama itu di umumkan.

Aku terpaku, tubuhku gemetar, hatiku remuk, tak percaya dengan apa yang kudengar.
Mencoba tidak menunjukan kekecewaanku pada yang lain, aku angkat ke dua tanganku walau sangat berat sekali untuk memberikan satu atau dua tepukan. Ya... hanya satu tepukan yang sanggup aku berikan, kecewa yang berlebih membuat tanganku terasa berat.

          Aku kembali duduk, wajahku hanya bisa tertunduk. Sekarang orang-orang bisa melihat ekspresiku, aku tak bisa lagi berakting. Aku kecewa, aku gagal, apa yang aku katakan nanti pada semua yang menaruh harap padaku. Rasanya ingin aku menangis. Tak mampu memberikan apa-apa pada mereka, walau hanya peringkat 10. Namun nyatanya, masuk 10 besar pun aku tidak. Malangnya aku.

          “Kenapa Tin..?” tiba2 seseorang menepuk pundakku dari belakang. Akupun menengok ke arah orang tersebut.
          “Ehh.. Bapak, bapak sudah di sini?” tanyaku pada orang itu, tak lain adalah Pak Ari.
          “Yah,, sudah. Bahkan dari tadi.”
          “Maaf pak, Tina Gagal” kataku sambil menunundukan wajahku.
          “Sudahlah.. tidak apa-apa. Bapak mengerti perasaanmu saat ini” katanya padaku.
          “Inilah yang sering bapak katakan padamu tin! Jika kamu mengikuti lomba ini dengan berharap menang, maka hasilnya jika kamu menang akan sangat bahagia, namun jika sebaliknya kamu akan sangat kecewa dan terpukul.” Aku mendengarkan ucapan pak Ari.
          “namun, jika kamu mengikuti lomba ini hanya sebatas ingin mengukur sejauh mana kemampuanmu, maka kamu akan mengerti bahwa sesungguhnya banyak ilmu dan hikmah yang didapat lebih banyak dari pada rasa kecewa itu sendiri. Inilah garis yang semetara kamu capai dalam usahamu, sisanya nanti kamu bisa latih lagi. Dan suatu saat keberhasilan itu akan kamu dapat setelah kamu mampu merasakan dan melewati kegagalan.” Kata pak Ari menguatkanku.
          “Tidak ada keberhasilan yang diperoleh dengan cara yang mudah Tin. Selama ini apa usaha kamu telah maksmal? Mungkin yang di sana, mereka itu begitu luar biasa perjuangannya dibanding kita. Jika kita mau, kita bisa usaha lebih keras lagi dari yang mereka lakukan Tin! Suatu saat Insya Allah waktunya buat kamu.”  
          Kata-kata beliau seolah memberikan nyawa baru bagiku. Ya benar, benar sekalii apa yang beliau katakan. Selama ini memang hanya sebatas ini usahaku. Aku memang belum maksimal. Aku harus bangkit. Kegagalan ini adalah cambuk bagiku untuk blajar lebih maksimal dari mereka yang menang hari ini. Dan aku pastikan setelah ini, aku akan menjadi lebih baik, bahkan lebih baik lagi. Insya Allah. Manjada Wa jada!

Cerita selanjutnya, pengumuman pemenang dan.........?
 Go Back to My Home...... i miss, i miss, i misss you my Home....................! Whait me, I’m coming!
Tamat.
                                                   Salam.,   







                         Tins

Jumat, 04 April 2014

Certa. Cinta Suci,



“CINTA INI HANYA UNTUK ISTRI”
Pengarang: Arie Setiadi

Siang itu hujan masih mengguyur kota Cimahi. Nampak jalan-jalan yang melingakari kota itu tergenang air. Kendaraan roda dua terlihat menepi di pinggir-pinggir toko di sepanjang jalan Cimahi. Namun untuk kendaraan roda empat nampaknya hujan tidak menjadi hambatan untuk terus melajukan putaran rodanya.
            Dari kejauhan terlihat mobil BMW 102 hitam memecah air yang menggenang jalanan yang mengarah ke gerbang kampus STKIP Siliwangi Bandung. Suara klaksonnya berbunyi nyaring sebagai pertanda meeminta gerbang dibuka. Beberapa saat mobil telah melewati pos satpam di depan gerbang dan parkir dii halaman gedung dosen Jurusan Sastra Indonesia.
            Dari dalam mobil itu, keluarlah seorang gadis cantik dengan terburu-buru dan setengah berlari menghindari derasnya hujan yang dapat membuat pakaiannya basah. Gadis itu adalah Doktor Chandrika Julia Tantri, M.Sc. Dosen Muda yang mendapatkan gelar Doktor di luar negeri. Layaknya seorang pemikir atau akademisi yang identik dengan pakaian culun, baku, serius atau cufu, tetapi tidak untuk Doktor Chandrika. Doktor Chandrika sangat memperhatikan penampilannya. Dari cara berpakaian, dan penampilannya  dia sangat teliti. Selain cerdas ia dianugrahi wajah rupawan. Sehingga tak jarang Doktor muda ini banyak mendapatkan perhatian dari kalangan Dosen ataupun mahasiswanya. Namun entah kenapa Doktor ini belum juga mendapatkan jodohnya. Kalau alasannya tidak ada pria yang mendekatinya, tidak masuk akal. Namun, kalau alasannya banyak pria yang ditolak masih bisa diterima. Tetapi apa alasannya menolak? Belum ada yang cocok kah? Atau apa? Hanya hatinya yang tahu.
****
Satu minggu Aries tidak ke kekampus STKIP Siliwangi untuk melakukan penelitian tesisnya. Ia  marah dan tidak terima atas perlakuan semena-mena Doktor Chandrika saat selesai seminar Sastra waktu Minggu lalu. Perlakuan yang merendahkan serta menjadi suatu musibah baginya.
Saat itu, Aries mengganti salah satu narasumber Sastra, Pak Makmur Sadee karena berhalangan hadir pada seminar Sastra Indonesia itu.  Doktor Chandrika sebagai pembimbing dalam tesisnya memilihnya untuk menggantikan Narasumber Sastra tersebut, karena wawasan sastra Aries sangat bagus menurutnya. Ditambah Aries sangat begitu menyukai dan begitu mendalami Sastra dari apa yang dipaparkan Arie, saat ia bertanya tentang Keilmuan Sastra, dan Aries menjelaskannya begitu dalam sehingga membuat Doktor Chandrika kagum padanya. Dan hal ini yang membuat Doktor Chandrika meminta Arie menggantikan salah satu narasumber Sastra itu.
Aries menjadi pembicara terakhir di acara itu. Karena hanya ia yang belum bergelar Doktor diantara narasumber yang lainya. Dalam pemaparan yang ia sampaikan, lebih dalam dan juga lebih mudah dipahami oleh para pendengar di Aula kampus itu. Dari beberapa narasumber yang lebih dulu berbicara, ia menyampaikan dengan bahasa yang sangat akrab ditelinga para pendengarnya. Riuh tepuk tangan bergemuruh untuknya, disela-sela jeda bicaranya, sampai diakhir pembicaraan gemuruh tepuk tangan terus terdengar. Sampai-sampai Doktor Chandrika terlihat memberikan standing aplause padanya. Wajah Doktor Chandrika terlihat paling binar saat itu. Rasa kagum dari dalam maupun dari luar tak sempat dan tak bisa ia sembunyikan kepada mahasiswa bimbingannya, Aries.
Karena rasa kagum dan bangga yang berlebih, Doktor Chandrika tak dapat mengendalikan jiwanya untuk memberikan sesuatu  yang belum pernah ia berikan pada lelaki manapun,  menurutnya adalah suatu ungkapan rasa kagumnya pada Aries. Sampai terjadilah kejadian itu. Aries tak sempat mengelak dari terjangan Doktor Chandrika yang mendaratkan ciuman di pipinya.  Doktor Chandrika tampak bahagia setelah melakukan hal itu. Sebaliknya, Aries tertunduk kaku. Wajahnya merah padam. Kemarahan dalam hati menguasainya. Mengapa ia tak bisa mengelaknya saat itu.
****

Doktor Chandrika siang itu terlihat mondar-mandir di ruang kerjanya. Ada suatu hal yang membuatnya resah. Sudah lebih dari satu minggu Aries tidak ke STKIP Siliwangi untuk melanjutkan penelitiannya. Apakah ia sakit? Apa ia sudah kembali pulang? Apa ia ada kegiatan lain? Apa sudah selesaikah penelitiannya, tapi? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu bergiliran masuk dalam benaknya.
“ Apa mungkin ia malu menemuiku, karena waktu itu? “ ia terus bergumam dalam hatinya.
“Aku melakukannya dengan sepenuh hati, jadi aku yakin ia pasti merasakan ketulusanku. Karena pada dasarnya, apapun yang dilakukan dengan sepenuh hati pasti akan dirasakan oleh hati. Begitupun pada Aries”.
 “ Tapi mengapa selama ini? Teleponnya gak aktif, sms ku juga tidak ia balas. Ach!!!” Doktor Chandrika nampak mulai kesal dari apa yang sedang menimpa dirinya. Mungkinkah ia benar-benar telah jatuh hati secara diam-diam pada Aries.
Dari peningkatan perubahan sikapnya selama ini, ia betul-betul yakin saat ini ia telah jatuh hati. Jatuh hati pada mahasiswa bimbingannya, Aries. Hal yang belum pernah ia rasakan saat berhadapan dengan beberapa pria sebelumnya.
Aries adalah pria yang berbeda. Dari wajah, Aries tidak ganteng juga tidak jelek. Banyak pria kenalannya yang ganteng, kaya lagi. Dari kekayaan, Aries hanya mahasiswa S2 yang meraih beasiswa, yang bisa dipastikan ia serba pas-pasan. Dari semangatnya belajar, intelektual, dan kepribadiannyalah ia dapat membedakan Arie dengan pria lainnya yang ia kenal. Aries cerdas tapi ia juga punya kepribadian baik. Ahlak adalah salah satu sifat dan sikap yang mulai luntur dikalangan para intelek saat ini. Mungkin Cuma itu yang lihat saat ini dari Aries.

Doktor Chandrika sudah mengambil keputusan bulat, jika sampai sore Aries tidak juga memberi kabar dan tidak juga datang, ia akan  mendatangi kosan Arie. Jika bertemu di sana, dia bersyukur. Jika ternyata Arie tidak ada di kosannya, ia akan menunggu sampai Aries pulang.
" Doktor Chandrika, apa kabar?" Seseorang menyapanya. Karena kedua matanya tertuju sepenuhnya pada layar laptop, dan pikirannya mengembara ke mana-mana, Chandrika sama sekali tidak sadar kalau ada seseorang memasuki ruangan itu dan kini orang itu telah berdiri tak jauh di hadapannya. Doktor Chandrika mengangkat pandangannya dan ia terkesima seketika.
"Oh kau!" Kata Doktor Chandrika setengah tidak percaya.
"Ya. Kenapa Doktor seperti kaget begitu?" Jawab orang itu dengan tenang, yang tak lain adalah Arie Setiadi.
"Aku kira kau tidak akan datang lagi? Aku kira kau sudah pulang ke kampungmu  ?" Doktor Chandrika menjawab sekenanya.
"Di mana saja kau selama ini? Kau tidak memberi kabar, tidak sms, juga tidak menelpon.
Ditelpon tidak bisa, disms tidak dibalas. Ada apa denganmu?" Lanjut Chandrika sambil bangkit dari tempat duduknya. Doktor muda itu nampak bahagia dengan kedatangan Aries.
"Maafkan saya Doktor, agak lama saya tidak memberi kabar, saya ada sedikit masalah."
"Masalah apa?"
"Saya sedang marah kepada seseorang."
"Marah kepada seseorang? Apa hubungannya dengan kehadiranmu ke sini?"
"Sangat berhubungan. Sebab, terus terang saja, saya marah pada Anda, Doktor?"
"Marah pada saya? Apa yang saya lakukan sehingga membuatmu marah?"
"Anda telah berlaku tidak patut pada saya."
"Apa itu? Saya tidak paham."
"Anda telah mencium  saya dengan semena-semena."
"Jadi karena ciuman itu?!" Doktor Chandrika kaget.
"Ya."
"Itu biasa saja. Aku pikir kau suka."
"Aku tidak mau mendapat ciuman dari perempuan yang tidak halal bagi saya. Anda bukan siapa-siapa saya. Bukan ibu saya, bukan kakak saya, dan bukan adik saya. Anda tidak halal bagi saya. Anda tidak boleh mencium saya. Dan saya tidak boleh mencium Anda. Kalau Anda mencium saya atau saya mencium Anda, kita telah menodai kesucian diri kita. Kita telah melakukan dosa. Itu ajaran agama saya."
"Kalau istri mencium suaminya?"
"Boleh. Halal. Bahkan mendatangkan pahala dari Tuhan."
"Maafkan aku kalau begitu. Aku tidak tahu. Aku tidak akan mengulanginya, kecuali nanti kalau aku suatu saat halal bagimu." Kata Doktor Chandrika pelan.
Hati Aries bergetar mendengar kata-kata Doktor Chandrika. Kalimat terakhirlah yang membuat hatinya bergetar. Seolah doktor         cantik itu berharap, suatu saat akan menjadi perempuan yang halal baginya.
"Baiklah. Kita lupakan saja yang sudah berlalu. Semoga ini tidak terjadi lagi” Aries menutup pembicaraan.
Keadaan menjadi hening. Ke duanya saling terdiam. Doktor Chandrika menundukan wajahnya, masih merasa menyesal. Ia memang berbeda keyakinan dengan Aries yang Muslim. Setidaknya ia dapat pelajaran yang berarti dari kejadian itu, yang tidak ada dalam ajaran agamanya. Hal itu sudah diangap biasa. Seketika Chandrika memecah keheningan itu.
“Bo,boleh saya bertanya?”
“Boleh Bu, Kalau saya dapat menjawabnya, Insyaallah” Aries mempersilahkan.
“Kamu sudah punya pacar? Ehh,,, anuu... calon istri maksudnya”
“kalau Calon dulu saya pernah tunangan dengan seorang gadis di desa saya. Tapi, ia telah membebaskan saya, karena saya harus melanjutkan kuliah selama 2 tahun lebih”
“Kalau begitu kamu batal tunangannya, apa dia sudah menikah sekarang?” dari lubuk hati paling dalam ia berharap-harap cemas terhadap jawaban nanti yang akan Aries katakan.
“Aku tidak tahu, apakah dia sudah menikah atau masih menunggu aku bu.”
            “O”. Hanya “O” yang terlontar dari mulut Doktor Chandrika.
            “emmm,, kamu mencintainya?” Doktor Chandrika melanjutkan.
            “Tidak.”
Doktor Chandrika tersentak. Kaget atau gembira atau apa yang dirasakannya dari perkataan yang ia dengar dari Aries.
            “ke,kenapa?” Doktor Chandrika kembali melanjutkan dengan suara pelan.
            “Bu, saya hanya akan mencintai wanita yang telah jadi istri saya. Saya akan melimpahkan seluruh rasa cinta dan kasih dengan segenap jiwa ini hanya pada istri saya nanti. Saya akan memberikan cinta dan kebahagian hanya pada istri saya kelak. Bukan yang lain. Itulah kenapa saya tidak mencintainya, karena ia belum halal bagi saya.”
           
Mendengar jawaban itu, Doktor Chandrika tertunduk. Ia terdiam kaku. Suasana menjadi hening kembali. Ucapan yang telah Arie katakan telah menotok seluruh sarafnya sehingga ia tidak mampu mengerakan anggota tubuhnya. Tiba-tiba air menetes dari matanya yang terjatuh menabrak lantai dibawah wajahnya yang kini tertunduk.
            Seumur hudup, baru kali pertama ia mendengar ucapan tersebut dari mulut seorang lelaki.  Ucapan itu menghujam hatinya. Ucapan yang hanya dapat di ucapkan oleh pria yang mempunyai cinta sejati. Cinta yang akan membawanya ketika hidup sampai ia mati. Terdengar begitu tulus ucapan itu dari mulut Aries. Dalam lubuk hatinya, Ia kini hanya berharap Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk mendapatkan cinta itu. Yah, mendapatkan cinta itu.

Tetapi perbedaan keyakinan antara ia dengan Aries, membuatnya sedikit kecewa. Andai saja ada pria seperti Aries yang agama dan keyakinannya sama dengannya? Tapi, sampai saat ini ia belum menemukannya.
Di sisi lain, Aries merasakan ada keanehan dari sikap Doktor Chandrika selama ini. Ia tahu, kadang ia berfikiran apakah Doktor Chandrika menyimpan perasaan padanya? “Astagfirulloh,, ia segera mengusap wajahnya, membuang pikiran itu jauh-jauh. Dan memohon perlindungan Allah dari nafsu yang dapat menjerumuskannya”
Doktor Chandrika memecah kehenginan kembali. Dengan menutup matanya ia seperti memaksakan suatu ucapan dari mulutnya yang kini terasa berat untuk berucap.
“hm,, an,,andai saja. a aku bisa menjadi. Hmmm.. istrimu, senangnya hatiku”
Petir seperti menyambar ubun-ubun Aries, ketika ia mendengar apa yang Doktor Chandrika katakan. Ia terperanjat. Seakan tak percaya dari apa yang telah ia dengar dari mulut seorang Doktor Muda nan cantik dan cerdas itu. Kini ia telah kebingungan, gilirannya kini yang dibuat terpaku dan dibuatnya tak bergerak. Seolah seluruh urat syarafnya terhenti saat mendengar itu.  Ia sesungguhnya bahagia mendengar itu, tetapi ada sesuatu yang masih menghalanginya untuk menerima kebahagian itu.
Ingin sekali ia mengatakan “iya” tapi ia tidak yakin dengan itu. Jika ia katakan “tidak”, masih. Ia masih tidak yakin. Pikiran dan hatinya kini terbalut dengan ketidakyakinan. Terus berpikir dan mecari apa yang dapat membuatnya yakin untuk menjawab perkataan Doktor Chandrika.
Apakah itu?
Hanya Tuhan yang tahu isi hatinya.

=============================================================

Bersambung ...Serrial 2

Certa. Cinta Suci,



“CINTA INI HANYA UNTUK ISTRI”
Pengarang: Arie Setiadi

Siang itu hujan masih mengguyur kota Cimahi. Nampak jalan-jalan yang melingakari kota itu tergenang air. Kendaraan roda dua terlihat menepi di pinggir-pinggir toko di sepanjang jalan Cimahi. Namun untuk kendaraan roda empat nampaknya hujan tidak menjadi hambatan untuk terus melajukan putaran rodanya.
            Dari kejauhan terlihat mobil BMW 102 hitam memecah air yang menggenang jalanan yang mengarah ke gerbang kampus STKIP Siliwangi Bandung. Suara klaksonnya berbunyi nyaring sebagai pertanda meeminta gerbang dibuka. Beberapa saat mobil telah melewati pos satpam di depan gerbang dan parkir dii halaman gedung dosen Jurusan Sastra Indonesia.
            Dari dalam mobil itu, keluarlah seorang gadis cantik dengan terburu-buru dan setengah berlari menghindari derasnya hujan yang dapat membuat pakaiannya basah. Gadis itu adalah Doktor Chandrika Julia Tantri, M.Sc. Dosen Muda yang mendapatkan gelar Doktor di luar negeri. Layaknya seorang pemikir atau akademisi yang identik dengan pakaian culun, baku, serius atau cufu, tetapi tidak untuk Doktor Chandrika. Doktor Chandrika sangat memperhatikan penampilannya. Dari cara berpakaian, dan penampilannya  dia sangat teliti. Selain cerdas ia dianugrahi wajah rupawan. Sehingga tak jarang Doktor muda ini banyak mendapatkan perhatian dari kalangan Dosen ataupun mahasiswanya. Namun entah kenapa Doktor ini belum juga mendapatkan jodohnya. Kalau alasannya tidak ada pria yang mendekatinya, tidak masuk akal. Namun, kalau alasannya banyak pria yang ditolak masih bisa diterima. Tetapi apa alasannya menolak? Belum ada yang cocok kah? Atau apa? Hanya hatinya yang tahu.
****
Satu minggu Aries tidak ke kekampus STKIP Siliwangi untuk melakukan penelitian tesisnya. Ia  marah dan tidak terima atas perlakuan semena-mena Doktor Chandrika saat selesai seminar Sastra waktu Minggu lalu. Perlakuan yang merendahkan serta menjadi suatu musibah baginya.
Saat itu, Aries mengganti salah satu narasumber Sastra, Pak Makmur Sadee karena berhalangan hadir pada seminar Sastra Indonesia itu.  Doktor Chandrika sebagai pembimbing dalam tesisnya memilihnya untuk menggantikan Narasumber Sastra tersebut, karena wawasan sastra Aries sangat bagus menurutnya. Ditambah Aries sangat begitu menyukai dan begitu mendalami Sastra dari apa yang dipaparkan Arie, saat ia bertanya tentang Keilmuan Sastra, dan Aries menjelaskannya begitu dalam sehingga membuat Doktor Chandrika kagum padanya. Dan hal ini yang membuat Doktor Chandrika meminta Arie menggantikan salah satu narasumber Sastra itu.
Aries menjadi pembicara terakhir di acara itu. Karena hanya ia yang belum bergelar Doktor diantara narasumber yang lainya. Dalam pemaparan yang ia sampaikan, lebih dalam dan juga lebih mudah dipahami oleh para pendengar di Aula kampus itu. Dari beberapa narasumber yang lebih dulu berbicara, ia menyampaikan dengan bahasa yang sangat akrab ditelinga para pendengarnya. Riuh tepuk tangan bergemuruh untuknya, disela-sela jeda bicaranya, sampai diakhir pembicaraan gemuruh tepuk tangan terus terdengar. Sampai-sampai Doktor Chandrika terlihat memberikan standing aplause padanya. Wajah Doktor Chandrika terlihat paling binar saat itu. Rasa kagum dari dalam maupun dari luar tak sempat dan tak bisa ia sembunyikan kepada mahasiswa bimbingannya, Aries.
Karena rasa kagum dan bangga yang berlebih, Doktor Chandrika tak dapat mengendalikan jiwanya untuk memberikan sesuatu  yang belum pernah ia berikan pada lelaki manapun,  menurutnya adalah suatu ungkapan rasa kagumnya pada Aries. Sampai terjadilah kejadian itu. Aries tak sempat mengelak dari terjangan Doktor Chandrika yang mendaratkan ciuman di pipinya.  Doktor Chandrika tampak bahagia setelah melakukan hal itu. Sebaliknya, Aries tertunduk kaku. Wajahnya merah padam. Kemarahan dalam hati menguasainya. Mengapa ia tak bisa mengelaknya saat itu.
****

Doktor Chandrika siang itu terlihat mondar-mandir di ruang kerjanya. Ada suatu hal yang membuatnya resah. Sudah lebih dari satu minggu Aries tidak ke STKIP Siliwangi untuk melanjutkan penelitiannya. Apakah ia sakit? Apa ia sudah kembali pulang? Apa ia ada kegiatan lain? Apa sudah selesaikah penelitiannya, tapi? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu bergiliran masuk dalam benaknya.
“ Apa mungkin ia malu menemuiku, karena waktu itu? “ ia terus bergumam dalam hatinya.
“Aku melakukannya dengan sepenuh hati, jadi aku yakin ia pasti merasakan ketulusanku. Karena pada dasarnya, apapun yang dilakukan dengan sepenuh hati pasti akan dirasakan oleh hati. Begitupun pada Aries”.
 “ Tapi mengapa selama ini? Teleponnya gak aktif, sms ku juga tidak ia balas. Ach!!!” Doktor Chandrika nampak mulai kesal dari apa yang sedang menimpa dirinya. Mungkinkah ia benar-benar telah jatuh hati secara diam-diam pada Aries.
Dari peningkatan perubahan sikapnya selama ini, ia betul-betul yakin saat ini ia telah jatuh hati. Jatuh hati pada mahasiswa bimbingannya, Aries. Hal yang belum pernah ia rasakan saat berhadapan dengan beberapa pria sebelumnya.
Aries adalah pria yang berbeda. Dari wajah, Aries tidak ganteng juga tidak jelek. Banyak pria kenalannya yang ganteng, kaya lagi. Dari kekayaan, Aries hanya mahasiswa S2 yang meraih beasiswa, yang bisa dipastikan ia serba pas-pasan. Dari semangatnya belajar, intelektual, dan kepribadiannyalah ia dapat membedakan Arie dengan pria lainnya yang ia kenal. Aries cerdas tapi ia juga punya kepribadian baik. Ahlak adalah salah satu sifat dan sikap yang mulai luntur dikalangan para intelek saat ini. Mungkin Cuma itu yang lihat saat ini dari Aries.

Doktor Chandrika sudah mengambil keputusan bulat, jika sampai sore Aries tidak juga memberi kabar dan tidak juga datang, ia akan  mendatangi kosan Arie. Jika bertemu di sana, dia bersyukur. Jika ternyata Arie tidak ada di kosannya, ia akan menunggu sampai Aries pulang.
" Doktor Chandrika, apa kabar?" Seseorang menyapanya. Karena kedua matanya tertuju sepenuhnya pada layar laptop, dan pikirannya mengembara ke mana-mana, Chandrika sama sekali tidak sadar kalau ada seseorang memasuki ruangan itu dan kini orang itu telah berdiri tak jauh di hadapannya. Doktor Chandrika mengangkat pandangannya dan ia terkesima seketika.
"Oh kau!" Kata Doktor Chandrika setengah tidak percaya.
"Ya. Kenapa Doktor seperti kaget begitu?" Jawab orang itu dengan tenang, yang tak lain adalah Arie Setiadi.
"Aku kira kau tidak akan datang lagi? Aku kira kau sudah pulang ke kampungmu  ?" Doktor Chandrika menjawab sekenanya.
"Di mana saja kau selama ini? Kau tidak memberi kabar, tidak sms, juga tidak menelpon.
Ditelpon tidak bisa, disms tidak dibalas. Ada apa denganmu?" Lanjut Chandrika sambil bangkit dari tempat duduknya. Doktor muda itu nampak bahagia dengan kedatangan Aries.
"Maafkan saya Doktor, agak lama saya tidak memberi kabar, saya ada sedikit masalah."
"Masalah apa?"
"Saya sedang marah kepada seseorang."
"Marah kepada seseorang? Apa hubungannya dengan kehadiranmu ke sini?"
"Sangat berhubungan. Sebab, terus terang saja, saya marah pada Anda, Doktor?"
"Marah pada saya? Apa yang saya lakukan sehingga membuatmu marah?"
"Anda telah berlaku tidak patut pada saya."
"Apa itu? Saya tidak paham."
"Anda telah mencium  saya dengan semena-semena."
"Jadi karena ciuman itu?!" Doktor Chandrika kaget.
"Ya."
"Itu biasa saja. Aku pikir kau suka."
"Aku tidak mau mendapat ciuman dari perempuan yang tidak halal bagi saya. Anda bukan siapa-siapa saya. Bukan ibu saya, bukan kakak saya, dan bukan adik saya. Anda tidak halal bagi saya. Anda tidak boleh mencium saya. Dan saya tidak boleh mencium Anda. Kalau Anda mencium saya atau saya mencium Anda, kita telah menodai kesucian diri kita. Kita telah melakukan dosa. Itu ajaran agama saya."
"Kalau istri mencium suaminya?"
"Boleh. Halal. Bahkan mendatangkan pahala dari Tuhan."
"Maafkan aku kalau begitu. Aku tidak tahu. Aku tidak akan mengulanginya, kecuali nanti kalau aku suatu saat halal bagimu." Kata Doktor Chandrika pelan.
Hati Aries bergetar mendengar kata-kata Doktor Chandrika. Kalimat terakhirlah yang membuat hatinya bergetar. Seolah doktor         cantik itu berharap, suatu saat akan menjadi perempuan yang halal baginya.
"Baiklah. Kita lupakan saja yang sudah berlalu. Semoga ini tidak terjadi lagi” Aries menutup pembicaraan.
Keadaan menjadi hening. Ke duanya saling terdiam. Doktor Chandrika menundukan wajahnya, masih merasa menyesal. Ia memang berbeda keyakinan dengan Aries yang Muslim. Setidaknya ia dapat pelajaran yang berarti dari kejadian itu, yang tidak ada dalam ajaran agamanya. Hal itu sudah diangap biasa. Seketika Chandrika memecah keheningan itu.
“Bo,boleh saya bertanya?”
“Boleh Bu, Kalau saya dapat menjawabnya, Insyaallah” Aries mempersilahkan.
“Kamu sudah punya pacar? Ehh,,, anuu... calon istri maksudnya”
“kalau Calon dulu saya pernah tunangan dengan seorang gadis di desa saya. Tapi, ia telah membebaskan saya, karena saya harus melanjutkan kuliah selama 2 tahun lebih”
“Kalau begitu kamu batal tunangannya, apa dia sudah menikah sekarang?” dari lubuk hati paling dalam ia berharap-harap cemas terhadap jawaban nanti yang akan Aries katakan.
“Aku tidak tahu, apakah dia sudah menikah atau masih menunggu aku bu.”
            “O”. Hanya “O” yang terlontar dari mulut Doktor Chandrika.
            “emmm,, kamu mencintainya?” Doktor Chandrika melanjutkan.
            “Tidak.”
Doktor Chandrika tersentak. Kaget atau gembira atau apa yang dirasakannya dari perkataan yang ia dengar dari Aries.
            “ke,kenapa?” Doktor Chandrika kembali melanjutkan dengan suara pelan.
            “Bu, saya hanya akan mencintai wanita yang telah jadi istri saya. Saya akan melimpahkan seluruh rasa cinta dan kasih dengan segenap jiwa ini hanya pada istri saya nanti. Saya akan memberikan cinta dan kebahagian hanya pada istri saya kelak. Bukan yang lain. Itulah kenapa saya tidak mencintainya, karena ia belum halal bagi saya.”
           
Mendengar jawaban itu, Doktor Chandrika tertunduk. Ia terdiam kaku. Suasana menjadi hening kembali. Ucapan yang telah Arie katakan telah menotok seluruh sarafnya sehingga ia tidak mampu mengerakan anggota tubuhnya. Tiba-tiba air menetes dari matanya yang terjatuh menabrak lantai dibawah wajahnya yang kini tertunduk.
            Seumur hudup, baru kali pertama ia mendengar ucapan tersebut dari mulut seorang lelaki.  Ucapan itu menghujam hatinya. Ucapan yang hanya dapat di ucapkan oleh pria yang mempunyai cinta sejati. Cinta yang akan membawanya ketika hidup sampai ia mati. Terdengar begitu tulus ucapan itu dari mulut Aries. Dalam lubuk hatinya, Ia kini hanya berharap Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk mendapatkan cinta itu. Yah, mendapatkan cinta itu.

Tetapi perbedaan keyakinan antara ia dengan Aries, membuatnya sedikit kecewa. Andai saja ada pria seperti Aries yang agama dan keyakinannya sama dengannya? Tapi, sampai saat ini ia belum menemukannya.
Di sisi lain, Aries merasakan ada keanehan dari sikap Doktor Chandrika selama ini. Ia tahu, kadang ia berfikiran apakah Doktor Chandrika menyimpan perasaan padanya? “Astagfirulloh,, ia segera mengusap wajahnya, membuang pikiran itu jauh-jauh. Dan memohon perlindungan Allah dari nafsu yang dapat menjerumuskannya”
Doktor Chandrika memecah kehenginan kembali. Dengan menutup matanya ia seperti memaksakan suatu ucapan dari mulutnya yang kini terasa berat untuk berucap.
“hm,, an,,andai saja. a aku bisa menjadi. Hmmm.. istrimu, senangnya hatiku”
Petir seperti menyambar ubun-ubun Aries, ketika ia mendengar apa yang Doktor Chandrika katakan. Ia terperanjat. Seakan tak percaya dari apa yang telah ia dengar dari mulut seorang Doktor Muda nan cantik dan cerdas itu. Kini ia telah kebingungan, gilirannya kini yang dibuat terpaku dan dibuatnya tak bergerak. Seolah seluruh urat syarafnya terhenti saat mendengar itu.  Ia sesungguhnya bahagia mendengar itu, tetapi ada sesuatu yang masih menghalanginya untuk menerima kebahagian itu.
Ingin sekali ia mengatakan “iya” tapi ia tidak yakin dengan itu. Jika ia katakan “tidak”, masih. Ia masih tidak yakin. Pikiran dan hatinya kini terbalut dengan ketidakyakinan. Terus berpikir dan mecari apa yang dapat membuatnya yakin untuk menjawab perkataan Doktor Chandrika.
Apakah itu?
Hanya Tuhan yang tahu isi hatinya.

=============================================================

Bersambung ...Serrial 2

Cerpen, CINTA PUTIH



“CINTA INI HANYA UNTUK ISTRI”
Pengarang: Arie Setiadi

Siang itu hujan masih mengguyur kota Cimahi. Nampak jalan-jalan yang melingakari kota itu tergenang air. Kendaraan roda dua terlihat menepi di pinggir-pinggir toko di sepanjang jalan Cimahi. Namun untuk kendaraan roda empat nampaknya hujan tidak menjadi hambatan untuk terus melajukan putaran rodanya.
            Dari kejauhan terlihat mobil BMW 102 hitam memecah air yang menggenang jalanan yang mengarah ke gerbang kampus STKIP Siliwangi Bandung. Suara klaksonnya berbunyi nyaring sebagai pertanda meeminta gerbang dibuka. Beberapa saat mobil telah melewati pos satpam di depan gerbang dan parkir dii halaman gedung dosen Jurusan Sastra Indonesia.
            Dari dalam mobil itu, keluarlah seorang gadis cantik dengan terburu-buru dan setengah berlari menghindari derasnya hujan yang dapat membuat pakaiannya basah. Gadis itu adalah Doktor Chandrika Julia Tantri, M.Sc. Dosen Muda yang mendapatkan gelar Doktor di luar negeri. Layaknya seorang pemikir atau akademisi yang identik dengan pakaian culun, baku, serius atau cufu, tetapi tidak untuk Doktor Chandrika. Doktor Chandrika sangat memperhatikan penampilannya. Dari cara berpakaian, dan penampilannya  dia sangat teliti. Selain cerdas ia dianugrahi wajah rupawan. Sehingga tak jarang Doktor muda ini banyak mendapatkan perhatian dari kalangan Dosen ataupun mahasiswanya. Namun entah kenapa Doktor ini belum juga mendapatkan jodohnya. Kalau alasannya tidak ada pria yang mendekatinya, tidak masuk akal. Namun, kalau alasannya banyak pria yang ditolak masih bisa diterima. Tetapi apa alasannya menolak? Belum ada yang cocok kah? Atau apa? Hanya hatinya yang tahu.
****
Satu minggu Aries tidak ke kekampus STKIP Siliwangi untuk melakukan penelitian tesisnya. Ia  marah dan tidak terima atas perlakuan semena-mena Doktor Chandrika saat selesai seminar Sastra waktu Minggu lalu. Perlakuan yang merendahkan serta menjadi suatu musibah baginya.
Saat itu, Aries mengganti salah satu narasumber Sastra, Pak Makmur Sadee karena berhalangan hadir pada seminar Sastra Indonesia itu.  Doktor Chandrika sebagai pembimbing dalam tesisnya memilihnya untuk menggantikan Narasumber Sastra tersebut, karena wawasan sastra Aries sangat bagus menurutnya. Ditambah Aries sangat begitu menyukai dan begitu mendalami Sastra dari apa yang dipaparkan Arie, saat ia bertanya tentang Keilmuan Sastra, dan Aries menjelaskannya begitu dalam sehingga membuat Doktor Chandrika kagum padanya. Dan hal ini yang membuat Doktor Chandrika meminta Arie menggantikan salah satu narasumber Sastra itu.
Aries menjadi pembicara terakhir di acara itu. Karena hanya ia yang belum bergelar Doktor diantara narasumber yang lainya. Dalam pemaparan yang ia sampaikan, lebih dalam dan juga lebih mudah dipahami oleh para pendengar di Aula kampus itu. Dari beberapa narasumber yang lebih dulu berbicara, ia menyampaikan dengan bahasa yang sangat akrab ditelinga para pendengarnya. Riuh tepuk tangan bergemuruh untuknya, disela-sela jeda bicaranya, sampai diakhir pembicaraan gemuruh tepuk tangan terus terdengar. Sampai-sampai Doktor Chandrika terlihat memberikan standing aplause padanya. Wajah Doktor Chandrika terlihat paling binar saat itu. Rasa kagum dari dalam maupun dari luar tak sempat dan tak bisa ia sembunyikan kepada mahasiswa bimbingannya, Aries.
Karena rasa kagum dan bangga yang berlebih, Doktor Chandrika tak dapat mengendalikan jiwanya untuk memberikan sesuatu  yang belum pernah ia berikan pada lelaki manapun,  menurutnya adalah suatu ungkapan rasa kagumnya pada Aries. Sampai terjadilah kejadian itu. Aries tak sempat mengelak dari terjangan Doktor Chandrika yang mendaratkan ciuman di pipinya.  Doktor Chandrika tampak bahagia setelah melakukan hal itu. Sebaliknya, Aries tertunduk kaku. Wajahnya merah padam. Kemarahan dalam hati menguasainya. Mengapa ia tak bisa mengelaknya saat itu.
****

Doktor Chandrika siang itu terlihat mondar-mandir di ruang kerjanya. Ada suatu hal yang membuatnya resah. Sudah lebih dari satu minggu Aries tidak ke STKIP Siliwangi untuk melanjutkan penelitiannya. Apakah ia sakit? Apa ia sudah kembali pulang? Apa ia ada kegiatan lain? Apa sudah selesaikah penelitiannya, tapi? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu bergiliran masuk dalam benaknya.
“ Apa mungkin ia malu menemuiku, karena waktu itu? “ ia terus bergumam dalam hatinya.
“Aku melakukannya dengan sepenuh hati, jadi aku yakin ia pasti merasakan ketulusanku. Karena pada dasarnya, apapun yang dilakukan dengan sepenuh hati pasti akan dirasakan oleh hati. Begitupun pada Aries”.
 “ Tapi mengapa selama ini? Teleponnya gak aktif, sms ku juga tidak ia balas. Ach!!!” Doktor Chandrika nampak mulai kesal dari apa yang sedang menimpa dirinya. Mungkinkah ia benar-benar telah jatuh hati secara diam-diam pada Aries.
Dari peningkatan perubahan sikapnya selama ini, ia betul-betul yakin saat ini ia telah jatuh hati. Jatuh hati pada mahasiswa bimbingannya, Aries. Hal yang belum pernah ia rasakan saat berhadapan dengan beberapa pria sebelumnya.
Aries adalah pria yang berbeda. Dari wajah, Aries tidak ganteng juga tidak jelek. Banyak pria kenalannya yang ganteng, kaya lagi. Dari kekayaan, Aries hanya mahasiswa S2 yang meraih beasiswa, yang bisa dipastikan ia serba pas-pasan. Dari semangatnya belajar, intelektual, dan kepribadiannyalah ia dapat membedakan Arie dengan pria lainnya yang ia kenal. Aries cerdas tapi ia juga punya kepribadian baik. Ahlak adalah salah satu sifat dan sikap yang mulai luntur dikalangan para intelek saat ini. Mungkin Cuma itu yang lihat saat ini dari Aries.

Doktor Chandrika sudah mengambil keputusan bulat, jika sampai sore Aries tidak juga memberi kabar dan tidak juga datang, ia akan  mendatangi kosan Arie. Jika bertemu di sana, dia bersyukur. Jika ternyata Arie tidak ada di kosannya, ia akan menunggu sampai Aries pulang.
" Doktor Chandrika, apa kabar?" Seseorang menyapanya. Karena kedua matanya tertuju sepenuhnya pada layar laptop, dan pikirannya mengembara ke mana-mana, Chandrika sama sekali tidak sadar kalau ada seseorang memasuki ruangan itu dan kini orang itu telah berdiri tak jauh di hadapannya. Doktor Chandrika mengangkat pandangannya dan ia terkesima seketika.
"Oh kau!" Kata Doktor Chandrika setengah tidak percaya.
"Ya. Kenapa Doktor seperti kaget begitu?" Jawab orang itu dengan tenang, yang tak lain adalah Arie Setiadi.
"Aku kira kau tidak akan datang lagi? Aku kira kau sudah pulang ke kampungmu  ?" Doktor Chandrika menjawab sekenanya.
"Di mana saja kau selama ini? Kau tidak memberi kabar, tidak sms, juga tidak menelpon.
Ditelpon tidak bisa, disms tidak dibalas. Ada apa denganmu?" Lanjut Chandrika sambil bangkit dari tempat duduknya. Doktor muda itu nampak bahagia dengan kedatangan Aries.
"Maafkan saya Doktor, agak lama saya tidak memberi kabar, saya ada sedikit masalah."
"Masalah apa?"
"Saya sedang marah kepada seseorang."
"Marah kepada seseorang? Apa hubungannya dengan kehadiranmu ke sini?"
"Sangat berhubungan. Sebab, terus terang saja, saya marah pada Anda, Doktor?"
"Marah pada saya? Apa yang saya lakukan sehingga membuatmu marah?"
"Anda telah berlaku tidak patut pada saya."
"Apa itu? Saya tidak paham."
"Anda telah mencium  saya dengan semena-semena."
"Jadi karena ciuman itu?!" Doktor Chandrika kaget.
"Ya."
"Itu biasa saja. Aku pikir kau suka."
"Aku tidak mau mendapat ciuman dari perempuan yang tidak halal bagi saya. Anda bukan siapa-siapa saya. Bukan ibu saya, bukan kakak saya, dan bukan adik saya. Anda tidak halal bagi saya. Anda tidak boleh mencium saya. Dan saya tidak boleh mencium Anda. Kalau Anda mencium saya atau saya mencium Anda, kita telah menodai kesucian diri kita. Kita telah melakukan dosa. Itu ajaran agama saya."
"Kalau istri mencium suaminya?"
"Boleh. Halal. Bahkan mendatangkan pahala dari Tuhan."
"Maafkan aku kalau begitu. Aku tidak tahu. Aku tidak akan mengulanginya, kecuali nanti kalau aku suatu saat halal bagimu." Kata Doktor Chandrika pelan.
Hati Aries bergetar mendengar kata-kata Doktor Chandrika. Kalimat terakhirlah yang membuat hatinya bergetar. Seolah doktor         cantik itu berharap, suatu saat akan menjadi perempuan yang halal baginya.
"Baiklah. Kita lupakan saja yang sudah berlalu. Semoga ini tidak terjadi lagi” Aries menutup pembicaraan.
Keadaan menjadi hening. Ke duanya saling terdiam. Doktor Chandrika menundukan wajahnya, masih merasa menyesal. Ia memang berbeda keyakinan dengan Aries yang Muslim. Setidaknya ia dapat pelajaran yang berarti dari kejadian itu, yang tidak ada dalam ajaran agamanya. Hal itu sudah diangap biasa. Seketika Chandrika memecah keheningan itu.
“Bo,boleh saya bertanya?”
“Boleh Bu, Kalau saya dapat menjawabnya, Insyaallah” Aries mempersilahkan.
“Kamu sudah punya pacar? Ehh,,, anuu... calon istri maksudnya”
“kalau Calon dulu saya pernah tunangan dengan seorang gadis di desa saya. Tapi, ia telah membebaskan saya, karena saya harus melanjutkan kuliah selama 2 tahun lebih”
“Kalau begitu kamu batal tunangannya, apa dia sudah menikah sekarang?” dari lubuk hati paling dalam ia berharap-harap cemas terhadap jawaban nanti yang akan Aries katakan.
“Aku tidak tahu, apakah dia sudah menikah atau masih menunggu aku bu.”
            “O”. Hanya “O” yang terlontar dari mulut Doktor Chandrika.
            “emmm,, kamu mencintainya?” Doktor Chandrika melanjutkan.
            “Tidak.”
Doktor Chandrika tersentak. Kaget atau gembira atau apa yang dirasakannya dari perkataan yang ia dengar dari Aries.
            “ke,kenapa?” Doktor Chandrika kembali melanjutkan dengan suara pelan.
            “Bu, saya hanya akan mencintai wanita yang telah jadi istri saya. Saya akan melimpahkan seluruh rasa cinta dan kasih dengan segenap jiwa ini hanya pada istri saya nanti. Saya akan memberikan cinta dan kebahagian hanya pada istri saya kelak. Bukan yang lain. Itulah kenapa saya tidak mencintainya, karena ia belum halal bagi saya.”
           
Mendengar jawaban itu, Doktor Chandrika tertunduk. Ia terdiam kaku. Suasana menjadi hening kembali. Ucapan yang telah Arie katakan telah menotok seluruh sarafnya sehingga ia tidak mampu mengerakan anggota tubuhnya. Tiba-tiba air menetes dari matanya yang terjatuh menabrak lantai dibawah wajahnya yang kini tertunduk.
            Seumur hudup, baru kali pertama ia mendengar ucapan tersebut dari mulut seorang lelaki.  Ucapan itu menghujam hatinya. Ucapan yang hanya dapat di ucapkan oleh pria yang mempunyai cinta sejati. Cinta yang akan membawanya ketika hidup sampai ia mati. Terdengar begitu tulus ucapan itu dari mulut Aries. Dalam lubuk hatinya, Ia kini hanya berharap Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk mendapatkan cinta itu. Yah, mendapatkan cinta itu.

Tetapi perbedaan keyakinan antara ia dengan Aries, membuatnya sedikit kecewa. Andai saja ada pria seperti Aries yang agama dan keyakinannya sama dengannya? Tapi, sampai saat ini ia belum menemukannya.
Di sisi lain, Aries merasakan ada keanehan dari sikap Doktor Chandrika selama ini. Ia tahu, kadang ia berfikiran apakah Doktor Chandrika menyimpan perasaan padanya? “Astagfirulloh,, ia segera mengusap wajahnya, membuang pikiran itu jauh-jauh. Dan memohon perlindungan Allah dari nafsu yang dapat menjerumuskannya”
Doktor Chandrika memecah kehenginan kembali. Dengan menutup matanya ia seperti memaksakan suatu ucapan dari mulutnya yang kini terasa berat untuk berucap.
“hm,, an,,andai saja. a aku bisa menjadi. Hmmm.. istrimu, senangnya hatiku”
Petir seperti menyambar ubun-ubun Aries, ketika ia mendengar apa yang Doktor Chandrika katakan. Ia terperanjat. Seakan tak percaya dari apa yang telah ia dengar dari mulut seorang Doktor Muda nan cantik dan cerdas itu. Kini ia telah kebingungan, gilirannya kini yang dibuat terpaku dan dibuatnya tak bergerak. Seolah seluruh urat syarafnya terhenti saat mendengar itu.  Ia sesungguhnya bahagia mendengar itu, tetapi ada sesuatu yang masih menghalanginya untuk menerima kebahagian itu.
Ingin sekali ia mengatakan “iya” tapi ia tidak yakin dengan itu. Jika ia katakan “tidak”, masih. Ia masih tidak yakin. Pikiran dan hatinya kini terbalut dengan ketidakyakinan. Terus berpikir dan mecari apa yang dapat membuatnya yakin untuk menjawab perkataan Doktor Chandrika.
Apakah itu?
Hanya Tuhan yang tahu isi hatinya.

=============================================================

Bersambung ...Serrial 2

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "