Cipt. Ari Setiadi
AKU
Aku adalah diriku
Aku bukan orang lain
Ini adalah jiwa dan ragaku
Bukan jiwa dan raga yang lain
Aku tak ingin jadi orang
lain
Walau apapun hebatnya itu
Aku tak mau jadi yang lain
Walau sesempurna yang
dimilikinya
Hidupku adalah jalanku
Jalanku adalah pilihanku
Aku akan terus mensyukuri
Atas apa yang telah kau
beri
Aku adalah aku
|
cipt. Ari Setiadi
Buah
Hatiku
Bagai fajar di pagi hari
Mengganti kegelapan malam
Malam yang begitu sunyi
Kini ramai berseri
Raga yang lelah dan letih
Jiwa yang bising tiada
ketenangan
Kau hadir di antaran kami
Tiadalah lelah raga dan jiwaku
Senyuman,tangisan,kenakalanmu
Menjadi penawar sakit jiwa
ragaku
Jadilah mawar dan tebarkan
wangimu
Hingga dunia harum dengan
wangimu
|
cipt.
Chairil Anwar
Aku
Kalau
sampai waktuku
Ku
mau tak seorangpun kan merayu
tidak
juga kau
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bisa ku bawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih perih
Dan
aku lebih tidak peduli
aku
mau hidup seribu tahun lagi
|
Cipt.Ari
Setiadi
Anaku Harapanku
Selintas
kulihat wajah kecil nan elok
Raut
muka yang tak pernah muram
Meneteskan
cahaya bagi kegelapan
Menghadirkan
rindu ingin didekatmu
Tawamu
menjadi pengobat lelahku
Tangismu
menjadi penawar rinduku
Setumpuk
harapanku kepadamu
Jika
suatu saat engkau tumbuh dewasa
Pergilah
dengan penuh kebanggaan
Embanlah
amanahku dan harapanku
Jadilah
apa yang engkau inginkan
Buatlah
diriku bangga memilikimu
Anaku harapanku
|
DENTING
CINTA BERNYANYI
Ketika
hatiku berkata cinta
Mataku
berbinar penuh kebahagiaan
Keika
hatiku berkata cinta
Tanganku
akan terentang merengkuhmu penuh mesra
Ketika hatiku berkata cinta
Langkahku berlari mengejarmu tak kenal
lelah
Ketika hatiku berkata cinta
Tubuh danragaku bergelora sepenuh perhatian
untukmu
Lewat
mataku,lewat senyuku
Lewat
tanganku,lewat langkahku
Lewat
tubuhku,lewat tekadku
Semua
berlomba member bukti
Memberikan
yang terbaik untukmu
Maka mungkinkah ..
Kau tak memilihku??
|
Masih Adakah?
Masih
adakah orang jujur di negri ini?
Adakah
?
masih
ada.
Tapi
mereka tidak dipercaya.
Masih
adakah orang ber-akhlak di negri ini ?
Adakah
??
masih
ada.
Tapi
mereka tidak berwibawa.
Masih
adakah orang yang ikhlas di negeri ini?
Adakah
??
masih
ada.
Tapi
mereka dianggap tiada.
|
Chairil
Anwar
Doa
Chairil Anwar
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Chairil Anwar
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
RAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu
apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah
yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan
bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama
menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang
berani hidup
Aku suka pada mereka yang
masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi,
terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu
apa nasib waktu !
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan
merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus
kulitku
Aku tetap meradang
menerjang
Luka dan bisa kubawa
berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak
perduli
Aku mau hidup seribu tahun
lagi
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring
antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka”
dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak
lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan
mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan
jam dinding yang berdetak
Kami mati muda.Yang tinggal
tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti
4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
HAMPA
kepada sri
Sepi di luar.Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti.Menanti.Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah
Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan
menanti
Tak gentar.Lawan banyaknya
seratus kali.
Pedang di kanan, keris di
kiri
Berselempang semangat yang
tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak
bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal
baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng
sendiri
Perahu melancar, bulan
memancar,
di leher kukalungkan
ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut
terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai
padanya.
Di air yang tenang, di
angin mendayu,
di perasaan penghabisan
segala melaju
Ajal bertakhta, sambil
berkata:
“Tujukan perahu ke
pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun
ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan
merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk
dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati
iseng sendiri.
YANG TERAMPAS DAN YANG
PUTUS
kelam dan angin lalu
mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di
mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba
jadi semati tugu
di Karet, di Karet
(daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar,
dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan
kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang
bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri,
cerita dan peristiwa berlalu beku
PERSETUJUAN DENGAN BUNG
KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi
tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan
bicaramu
dipanggang diatas apimu,
digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus
1945
Aku melangkah ke depan
berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku
sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku
satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal
kita berlayar
Di uratmu di uratku
kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di
tingkap merapuh
dipukul angin yang
terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan
kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu
bahan
yang bukan dasar
perhitungan kini
hidup hanya menunda
kekalahan
tambah terasing dari cinta
sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap
tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita
menyerah
SENJA DI PELABUHAN
KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang
mencari cinta
di antara gudang, rumah
tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal,
perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir
hari lari berenang
menemu bujuk pangkal
akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air
tidur hilang ombak.
Tiada lagi.Aku sendiri.
Berjalan
menyisir semenanjung, masih
pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian
selamat jalan
dari pantai keempat, sedu
penghabisan bisa terdekap
TAUFIK ISMAIL
Sebuah Jaket
Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Syair Orang Lapar
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kauulang jua
Kalau.
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
Salemba
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.
Memang Selalu Demikian, Hadi
Setiap perjuangan selalu melahirkan
Sejumlah pengkhianat dan para penjilat
Jangan kau gusar, Hadi.
Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita
Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi.
Setiap perjuangan yang akan menang
Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian
Dan para jagoan kesiangan.
Memang demikianlah halnya, Hadi.
Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
HAMPA
kepada sri
Sepi di luar.Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan.Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti.Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala.Belum apa-apa
Udara bertuba.Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
0 komentar:
Posting Komentar