SUNGAI BAWAH TANAH
Sari dan sahabatnya Nuning berjalan
terburu-buru. Sama seperti semua orang di desanya, pukul 5 pagi adalah waktunya
untuk mengambil air ke danau yang berada di dekat Gunung Sewu. Desa Rena
bernama desa Dadap Ayu yang berada di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta .
“Kita harus cepat-cepat Na, air di telaga
sudah surut, kayaknya akan kering lagi.” Ujar Nuning yang memiliki rambut
keriting tebal serta dua gigi depan yang ompong.
“Iya,
kata ibuku kemarin air di telaga hanya tinggal setinggi mata kaki.” Jawab Sari mengangguk
setuju. “Mudah-mudahan saja hujan cepat turun, biar desa kita tidak kekeringan
lagi.” Ungkap Sari penuh harap.
Di desa tempat Sari dan Nuning tinggal,
hampir setiap tahun selalu dilanda bencana kekeringan jika hujan tidak turun
lebih dari lima bulan. Itu dikarenakan daerah mereka dikelilingi pegunungan kapur
yang tanahnya keras berbatu. Saat bencana kekeringan terjadi, semua warga di
desanya harus berjuang keras untuk mendapatkan air, bahkan beberapa warga terpaksa
mengambil sisa-sisa air telaga yang kotor demi memenuhi kebutuhan air
sehari-hari untuk mandi, minum ternak, dan mencuci piring. Dan saat ini sudah hampir
empat bulan lebih huajn tidak turun di desa mereka.
Setengah jam lebih berjalan akhirnya Sari
dan Nuning sampai di dekat danau, warga desa lainnya sudah ramai di sisi telaga
untuk mengisi jeligen air mereka. Namun Sari dan Nuning hanya bisa terdiam melihat
air di danau yang ternyata sudah hampir habis, yang tersisa hanyalah air keruh
kotor yang tidak layak untuk digunakan lagi.
Sari dan Nuning saling memandang,
mereka berarti harus berjalan lebih jauh untuk bisa mengambil air ke desa
sebelah.
“Sepertinya
tahun ini danau lebih cepat mengering…” Gumam Sari.
“Kita
kayaknya harus mulai ngambil air ke Desa sebelah? Tapi kalau jalan kaki bisa
satu jam lebih.” Tanya Nuning bingung.
“Sebaiknya kita pulang saja lagi ke rumah,
kalau harus mengambil air ke desa sebelah kita nanti bisa terlambat masuk
sekolah.” Jawab Sari khawatir melihat matahari mulai meninggi.
Keduanya pun memutuskan untuk kembali
pulang ke rumah dengan jeligen kosong. Sari berangkat ke sekolah setelah mandi
dengan air seadanya yang tersisa di rumah,, untungnya ia tidak terlambat. Namun
kelasnya sepi, hanya ada Nuning dan tiga orang teman lainnya di dalam kelas,
teman-temannya kelasnya yang lain ternyata banyak yang tidak masuk karena harus
mengambil air ke desa sebelah yang jauh akibat air di danau desa mereka yang
tercemar. Pelajaran pertama pun berlangsung dengan lima orang murid saja, namun
Sari tetap semangat mengikuti semua materi pembelajara yang diberikan oleh
gurunya.
Pulang sekolah Sari teringat pada
Pak Mujo, teman ayahnya yang bekerja sebagai penembang batu kapur di kaki
gunung sewu. Pak Mujo dulu sempat bercerita kepadanya bahwa ia pernah mendengar
suara aliran sungai dari bawah tanah di dekat Goa Bribin yang ada Gunung Sewu,
suara alirannya sangat deras dan terdengar nyata seperti suara aliran sungai di
permukaan. Namun tentu saja cerita Pak Mujo itu hanya dianggap gurauan oleh
Sari, karena mana mungkin ada sungai yang mengalir di bawah tanah? Namun kini Sari
memutuskan untuk coba mencari tahu kebenaran cerita itu, kalau benar sungai
bawah tanah itu ada, maka desanya tidak perlu lagi kesusahan akibat kekurangan
air. Sari mengajak Nuning berangkat ke kawasan Gunung Sewu setelah makan siang.
Sesampainya di Gunung Sewu yang berbukit
dan dipenuhi bebebatuan kapur, Sari dan Nuning langsung berjalan ke daerah
dekat Goa Bribin, goa itu dikenal oleh seluruh warga desa, namun jarang ada
orang yang berani memasukinya karena gelap dan menyeramkan. Sari membungkuk
menempelkan telingannya ke tanah bebatuan, berusaha mendengar jika ada suara
air mengalir, Nuning pun mengikutinya.
“Dengar
sesuatu gak Ning?” Tanya Sari.
Nuning
berkonsentrasi sejenak, tubuhnya menungging berusaha menempelkan telinga kanannya
lebih kuat ke tanah, “He..he…aku hanya dengar suara kamu saja Na.” Jawab Nuning
tersenyum menunjukan dua gigi ompongnya,
“Coba
kita periksa di ujung sana dekat mulut goa, ayo pindah.” Ajak Sari bergegas.
Keduanya melangkah ke mulut goa,
namun tiba-tiba saja keduanya terpeleset di depan mulut goa yang licin,
“AAAaaaaaaa!!!!” Teriak mereka bersamaan. Sari dan Nuning jatuh terperosok ke
dalam goa yang gelap, meluncur ke bawah seperti sedang bermain perosotan. Keduanya
berhenti di alntai goa yang datar. Sari memandang mulut goa yang tampak jauh di
atas, mereka tidak mungkin memanjat dinding yang licin untuk mencapai mulut
goa.
“Aku
takut di sini gelap..” Ujar Nuning mulai meringis ketakutan.
“Tenang
saja, kita pasti bisa temukan jalan keluar, tapi kita harus berjalan menyusuri
goa ini.”
Sari membantu Nuning untuk berdiri,
keduanya pun mulai berjalan menyusuri goa yang gelap sambil berpegangan tangan.
Tidak suara apa-apa yang terdengar, sunyi sekali. “NGIIKK!!!NGIIIIIIIKK!!!” Suara
kelelawar yang berterbangan mengejutkan Sari dan Nuning, mereka langsung
berlari ketakutan sambil meraba-raba dinding goa, “AAaaaa tolooong!!” Teriak
Nuning keras-keras. Keduanya terus berlari dan berlari jauh meninggalkan
kawanan kelelawar yang berterbangan. Sesaat kemudian keduanya berhenti karena
kelelahan, nafas mereka terengah-engah. Namun Sari tiba-tiba mendengar suara
lain yang sepertinya tidak jauh, ia berkonsentrasi mendengar, dan seketika
yakin suara yang ia dengar adalah suara aliran air yang deras. Sari pun menarik
tangan Nuning, bergegas berjalan ke arah suara itu berasal. Tidak lama ia
menemukan lubang goa besar yang menuju ke bawah, tanpa rasa takut Sari pun
turun, Ira terpaksa mengikutinya karena tidak berani ditinggal sendiri.
Sesampainya di bawah mata Sari dan Nuning langsung berbinar memandang aliran
sungai bawah tanah yang deras mengalir jauh tanpa ujung. Air itu sangat jernih,
Sari tidak pernah melihat air sebanyak dan sejernih itu. “SUNGAI BAWAH
TANAAAHHH!!!” Teriak Sari dan Nuning saling berpelukan dengan bahagia tak
terkira. “SARI!!! SARIII!!!” Suara-suara memanggil tiba-tiba terdengar dari
atas, Sari mengenal suara itu, itu adalah suara ayahnya. Sari pun segera
membalas panggilan itu, tidak lama kemudian ayahnya turun ke bawah goa bersama
beberapa warga desa lainnya, dan sontak saja mereka ikut terkejut melihat
aliran sungai di bawah goa yang begitu jernih dan deras. Sari memeluk ayahnya
yang tersenyum bangga kepadanya.
Dua hari kemudian petugas dari
kabupaten datang dengan peralatan lengkap untuk meneliti sungai bawah tanah
yang baru ditemukan itu. Dari penelitian diketahui bahwa ternyata daerah desa
Dadap Ayu yang di kelilingi pegunungan kapur merupakan daerah batu gamping atau
karst yang bersifat porous, yaitu air hujan yang turun ke permukaan tanah
langsung jatuh jauh melewati rekahan-rekahan lapisan batuan sehingga tidak
memungkinkan terdapatnya air di permukaan. Air yang mengalir ke jauh di bawah
permukaan tanah kemudian semakin bertambah banyak seiring waktu dan membentuk
suatu aliran seperti halnya sungai di permukaan dengan melewati lorong-lorong
goa yang membentuk sungai bawah tanah.
Pemerintah Provinsi Yogyakarta akhirnya
memasang alat pemompa air di dalam goa yang mengalirkan air sungai bawah tanah
ke rumah-rumah warga melalui pipa-pipa panjang. Sari sangat bahagia sekali kini
desanya tidak akan kekeringan lagi. Warga desa pun berterima kasih pada Sari
atas keberaniannya mencari sungai bawah tanah itu hingga menemukannya.
MANTAP
BalasHapus