“CINTA
INI HANYA UNTUK ISTRI”
Pengarang: Arie Setiadi
Siang itu
hujan masih mengguyur kota Cimahi. Nampak jalan-jalan yang melingakari kota itu
tergenang air. Kendaraan roda dua terlihat menepi di pinggir-pinggir toko di
sepanjang jalan Cimahi. Namun untuk kendaraan roda empat nampaknya hujan tidak
menjadi hambatan untuk terus melajukan putaran rodanya.
Dari kejauhan terlihat mobil BMW 102 hitam memecah air
yang menggenang jalanan yang mengarah ke gerbang kampus STKIP Siliwangi
Bandung. Suara klaksonnya berbunyi nyaring sebagai pertanda meeminta gerbang
dibuka. Beberapa saat mobil telah melewati pos satpam di depan gerbang dan
parkir dii halaman gedung dosen Jurusan Sastra Indonesia.
Dari dalam mobil itu, keluarlah seorang gadis cantik
dengan terburu-buru dan setengah berlari menghindari derasnya hujan yang dapat
membuat pakaiannya basah. Gadis itu adalah Doktor Chandrika Julia Tantri, M.Sc.
Dosen Muda yang mendapatkan gelar Doktor di luar negeri. Layaknya seorang
pemikir atau akademisi yang identik dengan pakaian culun, baku, serius atau
cufu, tetapi tidak untuk Doktor Chandrika. Doktor Chandrika sangat
memperhatikan penampilannya. Dari cara berpakaian, dan penampilannya dia sangat teliti. Selain cerdas ia
dianugrahi wajah rupawan. Sehingga tak jarang Doktor muda ini banyak
mendapatkan perhatian dari kalangan Dosen ataupun mahasiswanya. Namun entah
kenapa Doktor ini belum juga mendapatkan jodohnya. Kalau alasannya tidak ada
pria yang mendekatinya, tidak masuk akal. Namun, kalau alasannya banyak pria
yang ditolak masih bisa diterima. Tetapi apa alasannya menolak? Belum ada yang
cocok kah? Atau apa? Hanya hatinya yang tahu.
****
Satu minggu
Aries tidak ke kekampus STKIP Siliwangi untuk melakukan penelitian tesisnya.
Ia marah dan tidak terima atas perlakuan
semena-mena Doktor Chandrika saat selesai seminar Sastra waktu Minggu lalu.
Perlakuan yang merendahkan serta menjadi suatu musibah baginya.
Saat itu,
Aries mengganti salah satu narasumber Sastra, Pak Makmur Sadee karena
berhalangan hadir pada seminar Sastra Indonesia itu. Doktor Chandrika sebagai pembimbing dalam
tesisnya memilihnya untuk menggantikan Narasumber Sastra tersebut, karena
wawasan sastra Aries sangat bagus menurutnya. Ditambah Aries sangat begitu
menyukai dan begitu mendalami Sastra dari apa yang dipaparkan Arie, saat ia
bertanya tentang Keilmuan Sastra, dan Aries menjelaskannya begitu dalam
sehingga membuat Doktor Chandrika kagum padanya. Dan hal ini yang membuat
Doktor Chandrika meminta Arie menggantikan salah satu narasumber Sastra itu.
Aries menjadi
pembicara terakhir di acara itu. Karena hanya ia yang belum bergelar Doktor
diantara narasumber yang lainya. Dalam pemaparan yang ia sampaikan, lebih dalam
dan juga lebih mudah dipahami oleh para pendengar di Aula kampus itu. Dari
beberapa narasumber yang lebih dulu berbicara, ia menyampaikan dengan bahasa
yang sangat akrab ditelinga para pendengarnya. Riuh tepuk tangan bergemuruh
untuknya, disela-sela jeda bicaranya, sampai diakhir pembicaraan gemuruh tepuk
tangan terus terdengar. Sampai-sampai Doktor Chandrika terlihat memberikan standing aplause padanya. Wajah Doktor
Chandrika terlihat paling binar saat itu. Rasa kagum dari dalam maupun dari
luar tak sempat dan tak bisa ia sembunyikan kepada mahasiswa bimbingannya,
Aries.
Karena rasa kagum
dan bangga yang berlebih, Doktor Chandrika tak dapat mengendalikan jiwanya
untuk memberikan sesuatu yang belum
pernah ia berikan pada lelaki manapun,
menurutnya adalah suatu ungkapan rasa kagumnya pada Aries. Sampai
terjadilah kejadian itu. Aries tak sempat mengelak dari terjangan Doktor
Chandrika yang mendaratkan ciuman di pipinya.
Doktor Chandrika tampak bahagia setelah melakukan hal itu. Sebaliknya,
Aries tertunduk kaku. Wajahnya merah padam. Kemarahan dalam hati menguasainya.
Mengapa ia tak bisa mengelaknya saat itu.
****
Doktor
Chandrika siang itu terlihat mondar-mandir di ruang kerjanya. Ada suatu hal
yang membuatnya resah. Sudah lebih dari satu minggu Aries tidak ke STKIP
Siliwangi untuk melanjutkan penelitiannya. Apakah ia sakit? Apa ia sudah
kembali pulang? Apa ia ada kegiatan lain? Apa sudah selesaikah penelitiannya,
tapi? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu bergiliran masuk dalam benaknya.
“ Apa mungkin
ia malu menemuiku, karena waktu itu? “ ia terus bergumam dalam hatinya.
“Aku
melakukannya dengan sepenuh hati, jadi aku yakin ia pasti merasakan
ketulusanku. Karena pada dasarnya, apapun yang dilakukan dengan sepenuh hati
pasti akan dirasakan oleh hati. Begitupun pada Aries”.
“ Tapi mengapa selama ini? Teleponnya gak
aktif, sms ku juga tidak ia balas. Ach!!!” Doktor Chandrika nampak mulai kesal
dari apa yang sedang menimpa dirinya. Mungkinkah ia benar-benar telah jatuh
hati secara diam-diam pada Aries.
Dari
peningkatan perubahan sikapnya selama ini, ia betul-betul yakin saat ini ia
telah jatuh hati. Jatuh hati pada mahasiswa bimbingannya, Aries. Hal yang belum
pernah ia rasakan saat berhadapan dengan beberapa pria sebelumnya.
Aries adalah
pria yang berbeda. Dari wajah, Aries tidak ganteng juga tidak jelek. Banyak
pria kenalannya yang ganteng, kaya lagi. Dari kekayaan, Aries hanya mahasiswa
S2 yang meraih beasiswa, yang bisa dipastikan ia serba pas-pasan. Dari
semangatnya belajar, intelektual, dan kepribadiannyalah ia dapat membedakan
Arie dengan pria lainnya yang ia kenal. Aries cerdas tapi ia juga punya
kepribadian baik. Ahlak adalah salah satu sifat dan sikap yang mulai luntur
dikalangan para intelek saat ini. Mungkin Cuma itu yang lihat saat ini dari
Aries.
Doktor
Chandrika sudah mengambil keputusan bulat, jika sampai sore Aries tidak juga
memberi kabar dan tidak juga datang, ia akan
mendatangi kosan Arie. Jika bertemu di sana, dia bersyukur. Jika
ternyata Arie tidak ada di kosannya, ia akan menunggu sampai Aries pulang.
" Doktor
Chandrika, apa kabar?" Seseorang menyapanya. Karena kedua matanya tertuju
sepenuhnya pada layar laptop, dan pikirannya mengembara ke mana-mana, Chandrika
sama sekali tidak sadar kalau ada seseorang memasuki ruangan itu dan kini orang
itu telah berdiri tak jauh di hadapannya. Doktor Chandrika mengangkat
pandangannya dan ia terkesima seketika.
"Oh
kau!" Kata Doktor Chandrika setengah tidak percaya.
"Ya.
Kenapa Doktor seperti kaget begitu?" Jawab orang itu dengan tenang, yang
tak lain adalah Arie Setiadi.
"Aku kira
kau tidak akan datang lagi? Aku kira kau sudah pulang ke kampungmu ?" Doktor Chandrika menjawab sekenanya.
"Di mana
saja kau selama ini? Kau tidak memberi kabar, tidak sms, juga tidak menelpon.
Ditelpon tidak
bisa, disms tidak dibalas. Ada apa denganmu?" Lanjut Chandrika sambil
bangkit dari tempat duduknya. Doktor muda itu nampak bahagia dengan kedatangan
Aries.
"Maafkan
saya Doktor, agak lama saya tidak memberi kabar, saya ada sedikit
masalah."
"Masalah apa?"
"Saya sedang marah
kepada seseorang."
"Marah kepada
seseorang? Apa hubungannya dengan kehadiranmu ke sini?"
"Sangat berhubungan.
Sebab, terus terang saja, saya marah pada Anda, Doktor?"
"Marah pada saya? Apa
yang saya lakukan sehingga membuatmu marah?"
"Anda telah berlaku
tidak patut pada saya."
"Apa itu? Saya tidak
paham."
"Anda telah
mencium saya dengan semena-semena."
"Jadi karena ciuman
itu?!" Doktor Chandrika kaget.
"Ya."
"Itu biasa saja. Aku
pikir kau suka."
"Aku
tidak mau mendapat ciuman dari perempuan yang tidak halal bagi saya. Anda bukan
siapa-siapa saya. Bukan ibu saya, bukan kakak saya, dan bukan adik saya. Anda
tidak halal bagi saya. Anda tidak boleh mencium saya. Dan saya tidak boleh
mencium Anda. Kalau Anda mencium saya atau saya mencium Anda, kita telah
menodai kesucian diri kita. Kita telah melakukan dosa. Itu ajaran agama
saya."
"Kalau istri
mencium suaminya?"
"Boleh.
Halal. Bahkan mendatangkan pahala dari Tuhan."
"Maafkan
aku kalau begitu. Aku tidak tahu. Aku tidak akan mengulanginya, kecuali nanti
kalau aku suatu saat halal bagimu." Kata Doktor Chandrika pelan.
Hati Aries
bergetar mendengar kata-kata Doktor Chandrika. Kalimat terakhirlah yang membuat
hatinya bergetar. Seolah doktor cantik
itu berharap, suatu saat akan menjadi perempuan yang halal baginya.
"Baiklah.
Kita lupakan saja yang sudah berlalu. Semoga ini tidak terjadi lagi” Aries
menutup pembicaraan.
Keadaan
menjadi hening. Ke duanya saling terdiam. Doktor Chandrika menundukan wajahnya,
masih merasa menyesal. Ia memang berbeda keyakinan dengan Aries yang Muslim.
Setidaknya ia dapat pelajaran yang berarti dari kejadian itu, yang tidak ada
dalam ajaran agamanya. Hal itu sudah diangap biasa. Seketika Chandrika memecah
keheningan itu.
“Bo,boleh saya
bertanya?”
“Boleh Bu,
Kalau saya dapat menjawabnya, Insyaallah” Aries mempersilahkan.
“Kamu sudah
punya pacar? Ehh,,, anuu... calon istri maksudnya”
“kalau Calon
dulu saya pernah tunangan dengan seorang gadis di desa saya. Tapi, ia telah
membebaskan saya, karena saya harus melanjutkan kuliah selama 2 tahun lebih”
“Kalau begitu
kamu batal tunangannya, apa dia sudah menikah sekarang?” dari lubuk hati paling
dalam ia berharap-harap cemas terhadap jawaban nanti yang akan Aries katakan.
“Aku tidak
tahu, apakah dia sudah menikah atau masih menunggu aku bu.”
“O”. Hanya “O” yang terlontar dari mulut Doktor
Chandrika.
“emmm,, kamu mencintainya?” Doktor Chandrika melanjutkan.
“Tidak.”
Doktor Chandrika
tersentak. Kaget atau gembira atau apa yang dirasakannya dari perkataan yang ia
dengar dari Aries.
“ke,kenapa?” Doktor Chandrika kembali melanjutkan dengan
suara pelan.
“Bu, saya hanya akan mencintai
wanita yang telah jadi istri saya. Saya akan melimpahkan seluruh rasa cinta dan
kasih dengan segenap jiwa ini hanya pada istri saya nanti. Saya akan memberikan
cinta dan kebahagian hanya pada istri saya kelak. Bukan yang lain. Itulah
kenapa saya tidak mencintainya, karena ia belum halal bagi saya.”
Mendengar
jawaban itu, Doktor Chandrika tertunduk. Ia terdiam kaku. Suasana menjadi
hening kembali. Ucapan yang telah Arie katakan telah menotok seluruh sarafnya
sehingga ia tidak mampu mengerakan anggota tubuhnya. Tiba-tiba air menetes dari
matanya yang terjatuh menabrak lantai dibawah wajahnya yang kini tertunduk.
Seumur hudup, baru kali pertama ia mendengar ucapan
tersebut dari mulut seorang lelaki.
Ucapan itu menghujam hatinya. Ucapan yang hanya dapat di ucapkan oleh
pria yang mempunyai cinta sejati. Cinta yang akan membawanya ketika hidup
sampai ia mati. Terdengar begitu tulus ucapan itu dari mulut Aries. Dalam lubuk
hatinya, Ia kini hanya berharap Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk
mendapatkan cinta itu. Yah, mendapatkan cinta itu.
Tetapi
perbedaan keyakinan antara ia dengan Aries, membuatnya sedikit kecewa. Andai
saja ada pria seperti Aries yang agama dan keyakinannya sama dengannya? Tapi,
sampai saat ini ia belum menemukannya.
Di sisi lain, Aries
merasakan ada keanehan dari sikap Doktor Chandrika selama ini. Ia tahu, kadang
ia berfikiran apakah Doktor Chandrika menyimpan perasaan padanya?
“Astagfirulloh,, ia segera mengusap wajahnya, membuang pikiran itu jauh-jauh.
Dan memohon perlindungan Allah dari nafsu yang dapat menjerumuskannya”
Doktor
Chandrika memecah kehenginan kembali. Dengan menutup matanya ia seperti
memaksakan suatu ucapan dari mulutnya yang kini terasa berat untuk berucap.
“hm,,
an,,andai saja. a aku bisa menjadi. Hmmm.. istrimu, senangnya hatiku”
Petir seperti
menyambar ubun-ubun Aries, ketika ia mendengar apa yang Doktor Chandrika
katakan. Ia terperanjat. Seakan tak percaya dari apa yang telah ia dengar dari
mulut seorang Doktor Muda nan cantik dan cerdas itu. Kini ia telah kebingungan,
gilirannya kini yang dibuat terpaku dan dibuatnya tak bergerak. Seolah seluruh
urat syarafnya terhenti saat mendengar itu.
Ia sesungguhnya bahagia mendengar itu, tetapi ada sesuatu yang masih
menghalanginya untuk menerima kebahagian itu.
Ingin sekali
ia mengatakan “iya” tapi ia tidak yakin dengan itu. Jika ia katakan “tidak”,
masih. Ia masih tidak yakin. Pikiran dan hatinya kini terbalut dengan
ketidakyakinan. Terus berpikir dan mecari apa yang dapat membuatnya yakin untuk
menjawab perkataan Doktor Chandrika.
Apakah itu?
Hanya Tuhan
yang tahu isi hatinya.
=============================================================
Bersambung
...Serrial 2
0 komentar:
Posting Komentar