CERPEN
Karya Ari
Setiadi
Ini
adalah suatu kisah nyata yang saya tulis berdasarkan kisah seseorang yang
berada diantara insan di lingkungan SMP
Muslimin Cililin. Suatu kisah yang saya ceritakan untuk mengenal dan
mengingatkan kita bahwa ada sisi lain yang sering kita lupakan keberadaannya.
Semoga
cerita fiksi ini dapat menggugah hati kita, untuk senantiasa peduli dengan
keadaan sekitar bersamaan dengan kepentingan kita masing-masing.
NENEK TUA PENCARI SAMPAH
Kering kurus raganya. Begitupun
juga dengan nasibnya. Ia tidak akrab dengan teman kita yang bernama lelah.
Bahkan ia sama sekali tidak ingin mengenalnya. Di saat setiap orang sangat
intim dengan teman kita yang bernama lelah, namun tidak baginya.
Panas terik sang surya di SMP
Muslimin siang itu begitu gagah. Pintu dan jendela tiap kelas dibuka lebar
agar sedikit mengurangi rasa panas. Setiap orang di sana banyak yang
mengeluhkan pancaran yang diberikan sang surya. Namun bagi nenek tua itu , sang
surya menjadi teman baginya. Panas nya pancaran sinar tak ia hiraukan—seakan
sengatan panas itu terasa dingin beradu dengan kulitnya. Beban yang ia pikul di
belakang punggung ranting raganya, terasa ringan seperti memikul sehelai kain
atau kapas. Karung yang berisi botol-botol bekas minuman, plastik, dan sejenisnya
-- yang ia pungut di halaman bahkan di dalam kelas, telah menjadi penyelamat
dalam hidupnya. Ia gantungkan hidupnya pada butir-butir botol plastik bekas
yang ia cari dan temukan di lingkungan sekolah.
****
Suasana di sekolah SMP Muslimin siang itu sangatlah ramai.
Terlebih-lebih menjelang waktu istirahat dan waktu pulang. Jika bel sekolah
tanda istirahat berbunyi, seluruh siswa berhamburan untuk mencari teman
perut mereka. Yah, jajan. Suatu
anugrah besar bagi para pedagang yang ada disekitar lingkungan sekolah itu. “Bagaimana tidak?” Kehadiran anak-anak
sekolah merupakan rejeki besar karena dagangan mereka diserbu dan tentunya
mereka mendapatkan keuntungan besar yang
tidak jarang mereka dapatkan. Kecuali jika libur tiba.
Tepatnya
pukul 10.10 WIB, bel berbunyi dan
seluruh siswa istirahat dari jam belajarnya. Yusuf, seperti biasa jajan di
kantin sekolah bersama teman-temanya. Tina, Erlina, Ihram adalah teman dekatnya
di kelas maupun di eskul OSIS yang mereka ikuti. Tidak hanya itu saja dikelas yang
lain Yusuf mempunyai banyak teman, baik yang mengikuti Eskul OSIS ataupun Eskul
lainya. Ia sangat aktif dalam Eskulnya. Yusuf sangat akrab dan disukai
teman-temannya. Tidak lain karena ia sangat baik, sopan, perhatian, setia
kawan, aktif dalam segala hal, dan juga menghargai dan menghormati
teman-temannya. Yusuf tidaklah terlalu pintar. Banyak sekali teman-temanya yang
mungkin kemampuan intelektualnya jauh dibandingkan dia. Namun, suatu kelebihan
yang tak dimiliki siswa lain—Ia orang yang tak pernah sombong, pejuang
materi yang tak pantang menyerah. Kejujuran adalah senjata andalanya.
Sehingga tak sedikit guru-guru dan teman-temanya mempercayainya.
Suatu ketika, Yusuf sedang ngobrol
asik bersama teman-temannya dengan sesekali makanan yang ia beli dari kantin
dekat kelasnya itu masuk satu per satu ke ruang mulutnya. kadang ia langsung
menelanya. Begitupun teman-temanya.
Bersamaan dengan itu, tampak dari halaman di depan kelas mereka, nenek tua yang sedang memungut sampah
plastik bekas minuman jajanan anak
sekolah yang berserakan di kulit bumi dalam lingkungan sekolah SMP Muslimin
Cililin. Sesekali nenek tua itu mengambilnya dari tong sampah yang ada
disekolah.
Satu, dua, tiga botol bekas minuman itu masuk ke dalam
karung yang digendongnya.
Cuaca
siang itu panas sekali. Namun sepertinya tidak dihiraukan oleh nenek tua itu.
Tubuhnya yang renta, raganya sebongkah
ranting, terlihat jelas kulitnya menempel ditulang yang kecil itu. Ia
berjalan pelan dengan sedikit membungkuk. Tubuhnya yang kurus memikul karung
yang berisi penyelamat hidupnya di belakang punggung kecil itu. Yusuf saat itu
berhenti melahap makanan yang ia makan. Matanya tergenang air mata. Raut wajah
yang tadi ceria, kini sendu.
“Suf.. kamu kenapa, tadi baik-baik saja?” begitulah
Tina dan teman-temanya memanggilnya.
“coba
kalian lihat dibelakang kalian, lihat nenek itu” dengan suara pelan yusuf
menjawab.
“kita di sini asik terbahak-bahak. Bisa
bersenang-senang tanpa perlu memikirkan apapun. Kita juga terlalu mudah untuk mendapatkan
sesuatu, tinggal minta sama orang tua kita. Makanan apa yang tak mampu kita
beli di sekolah ini. Semuanya kita bisa”
Yusuf
melanjutkan.
“tapi coba kalian lihat nenek itu. Usianya
sudah terlalu tua untuk bekerja seperti itu. Usia dimana orang harus sudah
mulai istirahat dan tidak boleh kerja berat. Tetapi nenek itu dengan segala
sisa tenaganya ia memungut sampah2 yang
aku yakin untuk ia tukar dengan sesuap nasi.
Masih pantaskah kita diam melihatnya?”
Menyusul
Yusuf, satu persatu teman-temanya berhenti mengunyah makanan yang mereka beli
di kantin sekolah. Mereka diam, memandangi nenek tua itu dengan wajah sedikit
tertunduk dan mata yang awalnya riang menjadi sayu. Seakan mereka merasakan
kesedihan yang mendalam ketika Yusuf berbicara sambil memandangi nenek tua itu.
“apa yang harus kita lakukan untuk membantu
nenek itu?” suara Tina memecah keheningan mereka.
“entahlah, yang jelas kita tidak bisa
berdiam diri melihat nenek itu” Yusuf menjawab.
“bagaimana kalau kita sekarang kordinasi
dengan seluruh anggota OSIS dan lainya untuk menggalang dana bantuan untuk
nenek itu? Erliana mengajukan saran.
“betul itu Erliana, tapi tidak dapat
secepat itu. Semunya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pembina kita
Pak Agus Sopandi.”
Yusuf
melanjutkan sanggahannya.
“selain
itu, sebentar lagi bel tanda masuk berbunyi. Jadi kita tidak memiliki waktu
yang banyak untuk mempersiapkannya! Hmm.... bagaimana nanti saja setelah pulang
sekolah kita kumpul dulu?”
” Setujuuuu!!!!!..” sontak
teman-temanya menjawab secara serempak.
****
Tetttttttttttttttttttttttttttttttttt!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!..........
Bel tanda
pulang berbunyi. Begitulah kira-kira bunyinya he he...
Seluruh siswa
berhamburan keluar kemudian melaju dan mengarah
kepada satu titik. Titik itu adalah gerbang pintu sekolah. Di luar
kendaraan umum sudah menunggu anak-anak sekolah dan siap mengantarkan mereka
menuju tempat tinggalnya. Tidak sedikit juga siswa yang dijemput oleh
keluarganya jika waktu pulang sudah tiba. Begitu ramai suasana itu.
Namun, tidak bagi Yusuf,
Tina, Erlina serta teman-teman dari anggota Eskul lainnya. Mereka hendak
menunggu pembina mereka Pak Agus Sopandi. Mereka sudah merencakan suatu
kegiatan untuk menggalang dana bantuan, dan meminta ijin dari pembina mereka.
Dari
dalam pintu ruangan Tata Usaha, nampak seseorang dengan tubuh tinggi atletis
keluar dan menuju ke arah Yusuf dan teman-temannya. Kulitnya hitam dengan
mata yang tajam. Berhiaskan kalung peluit yang selalu melekat dan melingkar
di lehernya. Dialah Pak Agus Sopandi.
“Asallamualaikum?”
”wa...waalaikum
salam pak!” serentak yusuf dan teman-temanya menjawab.
“Bapak dengar, ada yang mau kalian bicarakan
dengan bapak?” Pak Agus bertanya.
Setelah itu, anak-anakpun menceritakan semuanya dan juga keinginan
mereka untuk membantu nenek tua itu dengan cara menggalang dana bantuan.
Pak
Agus pun sangat mendukung kegiatan ini dan segera membuatkan surat ijin
Penggalangan dana bantuan itu. Pak Agus sangat kagum dan bangga atas jiwa
sosial yang ditunjukan anak-anak didiknya. Selama ini, mereka hanya patuh dan
bergerak sesuai intruksi pembinanya. Kini, jiwa sosial mereka terbangun dengan
melihat penderitaan seorang nenek pemulung sampah yang sering masuk
kelingkungan sekolah.
****
Paginya. Acara penggalangan danapun dilakukan
ketika dalam kegiatan belajar. Kenapa seperti itu, tidak lain karena pada saat
jam belajar seluruh siswa dan guru berada dalam kelas. Walau waktu belajar
mereka terganggu sedikit, tetapi mereka sangat senang.
Mendengar
penjelasan dari kegiatan penggalangan dana itu, ternyata banyak sekali siswa
yang ikut berpartisipasi mendukung kegiatan itu berupa dana yang mereka berikan. Sehingga dana yang terkumpul pun
banyak sekali. Tidak menunggu waktu lama, Yusuf, Tina, Santi, dan Ihram yang
menjadi perwakilan untuk menyerahkan dana tersebut berangkat menuju rumah nenek
itu. Sebelum kegiatan penggalangan
tersebut, terlebih dahulu mereka mencari informasi tentang keberadaan dan
alamat rumah nenek itu dari masyarakat yang tinggal dekat dengan gedung
sekolah.
Gayung bersambut. Nenek itu sedang berada dirumahnya yang kecil.
Bangunan kayu yang sudah terlihat rapuh dan tua. Mungkin usia rumah itu lebih tua dari usia pemiliknya. Yusuf dan teman-temanya hanya berdiri diam dan
memandang pemandangan rumah yang begitu menyedihkan. Kalau bisa, Yusuf ingin
menangis melihat semua itu. Namun ia
tahan pilu itu dengan keteguhan hatinya.
Tak lama setelah itu, nenek itu keluar dari dalam
rumahnya.
“Mau
pada kemana dek?” suara pelan nenek itu bertanya.
Yusuf dan teman-temanya saling berpandangan dan
berharap ada yang dapat memulai pembicaraan untuk mengutarakan maksud
kedatangan mereka. Tiba-tiba terdengar suara perempuan memulai pembicaraan.
“Asallamualaikum
nek? Kami hendak bertemu nenek” Tina memulai untuk mengutarakan maksud.
“wa
allaikum salam nak. Kalau begitu mari masuk. Maaf rumah nenek seperti ini” nenek menjawab
“Maaf
nek, be..begini. maksud kedatangan kami -- ingin memberikan bantuan atas nama
seluruh siswa-siswi SMP Muslimin Cililin berupa dana yang nantinya dapat nenek
gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, juga dapat nenek gunakan untuk berjualan.
Nantinya nenek tidak perlu lagi kerja capek-capek memungut sampah. Nenek bisa
berdagang di dekat sekolah.” Ucap tina.
Namun nenek itu tidak menjawab. Hanya terdiam
beberapa saat. Kemudian nenek menjawab melalui tetesan demi tetesan air mata yang keluar dari
matanya yang sayu. Ditemani isak tangis yang membuat suasana rumah itu sunyi.
Setelah beberapa saat, nenek itu memandangi anak-anak dihadapannya. Dan berkata.
“andai saja nenek punya anak seperti kalian,
alangkah bahagianya”
“nenek tidak punya siapa-siapa disini, bahkan
diluarpun hanya sepi yang nenek rasakan. Banyak sekali orang di luar sana,
tetapi sepertinya nenek merasa sendiri. Nenek rasa tidak ada lagi yang peduli sama
nenek yang tua ini”
“tetapi nenek baru menyadari.
Dengan datangya kalian ke sini, nenek merasa tidak sendiri. Terimakasih Ya
Allah, kau telah ciptakan anak-anak baik ini di dunia. Semoga kalian menjadi
orang yang berguna dan dikabulkan semua cita-cita kalian oleh Allah nak!.”
“Amin Ya Robb” serentak
Yusuf dan teman-temanya mengamini doa nenek itu.
Lalu kemudian Tina merangkul dan mencium tangan
nenek itu. Kemudian Yusuf dan teman yang lainya melakukan hal yang sama.
Setelah lama mereka berada di rumah nenek itu, kemudian Yusuf dan
kawan-kawanpun pamit.
“Nek, kami pulang dulu ya.”
ucap Yusuf
“jaga diri nenek baik-baik, jangan kerja terlalu berat” Tina
menambahkan.
“Kalau begitu kami pulang dulu nek, Asallamualaikum!” Erlina
mengakhiri pembicaraan dengan salam.
Setibanya di Sekolah. Yusuf, Tina, Ihram dan Santi pun disambut dengan
gemuruh tepuk tangan dari seluruh siswa-siswi SMP Muslimin Cililin. Karena
telah membuat seluruh siswa dan juga guru bangga atas tindakan terpuji yang
mereka lakukan.
Selesai
cerita.a bagus pak,smpe terharu bacanya ,sumpah...hehe :) :D
BalasHapusAlhamdulilah,, kalau bagus mari sumbangkan sedikit uang jajan kita untuk membantu nenek itu. agar lebih bagus lagi.
BalasHapus